Wednesday, July 10, 2013

Makalah Tentang Maturidiyah Bukhara

MATURIDIYAH BUKHARA
1. Pendiri Maturidiyah Bukhara
Tokoh utama maturidiyah bukhara adalah Imam al Bazdawi nama lenbgkapnya adalah Abu al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Ia dilahirkan pada tahun 421 H dan meninggal pada tahun 493 H/1099 M di bukhara. Kakek al-Bazdawi yaitu Abdul Karim, adalah murid dari Al-Maturidi. Al-bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidiyah dari orang tuanya.


Al-bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat. Ada beberapa nama ulama sebagai guru al Bazdawi antara lain: ya’kub bin yusuf bin muhammad al naisaburi dan syekh al imam abu khatib. Disamping itu, ia juga menelaah buku-buku filosof seperti al kindi dan buku-buku mu’tazilah seperti abd. Jabbar al razi, al juba’i al ka’bi dan al nadham. Selain itu ia juga mengalami pemikiran al Asya’ari dalam kitab ta’qilah Qur’an.

Sebagaiamana al-Baqillani dan al-juwaini yang tidak selamanya sepaham dengan al-Asy’ari, al bazdawi juga tidak selamanya sepaham dengan al-maturidi. Antara kedua tokoh maturidiyah ini terdapat perbedaan paham sehingga menjadi cabang tersendiri yang kemudian disebut maturidiyan karena berkembang di bukhara. Maturidiyan cabang samarkand dengan pikiran-pikiran yang dilontarkan oleh al-Maturidi agal liberal dan agak dekat dengan mu’tazilah. Sedangkan maturidiyah cabang bukhara yang pemikiran-pemikiran yang dilontarkan oleh al-Bazdawi bersifat tradisional dan lebih dekat dengann Asy’ariyah.
2. Pandangan teologi maturidiyah bukhara
a. Fungsi akal dan wahyu
Al-bazdawi sepaham dengan al-maturidi dalam hal kemampuan akal manusai untuk mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Akan tetapi dia berpendapat bahwa sebelum datangnya wahyu tidak ada kewajiban untuk mengetahui Tuhan berterimakasih kepada Nya, manusia juga tidak wajib untuk mengerjakan baik dan menjauhi perbuatan jahat kewajiban-kewajiban hanya ditentukan oleh Tuhan dan ketentuan-ketentuan Tuhan itu hanya dapat diketahui melalui wahyu.
134. Dan sekiranya kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa tidak Engkau utus seorang Rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?"
b. Sifat Tuhan
Berkaitan dengan masalah sifat Tuhan, maturidiyah bukhara yang juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Persoalan banyak yang kekal, mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri, juga dengan mengatakan Tuhan bersama-sama sifat Nya adalah kekal, tetapi sifat-sifat itu juga sendiri tidak kekal.
Sebagaimana aliran lain, maturidiyah bukhara juga berpendapat bahwa Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat jasmani.
Mengenai melihat Tuhan, maturidyah bukhara sependapat dengan asy’ariyah dan maturidiyah samarkand bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala menurut apa yang Tuhan kehendaki. Adapun mengenai al-qur’an aliran maturidiyah bukhara berpendapat bahwa al-Qur’an itu adalah kekal tidak diciptakan. Berkenaan dengan antropomofisme, seperti “:tangan Tuhan” dan “kusi Tuhan” al-bazdawi berpendapat bahwa “tangan Tuhan itu sifat dan bukan “anggota badan” Tuhan, yaitu sifat yang sama dengan sifat-sifat lain, seperti pengetahuan, daya dan kemauan.
c. Perbuatan manusia
Al-bazdawi berpendapat bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Allah mewujudkannya dan manusia adalahj pelakunya. Perbuatan manusia timbul dari dirinya dengan kebebasan dan kemampuan yang baru. Perbuatan manusia tersebut bukan perbuatan Allah. Perbuatan Allah hanyalah menjadikan dan mewujudkan. Sedangkan perbuatan manusia adalah melakukan, bukan mewujudkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia hanya dapat melakukan yang telah diciptakan Tuhan baginya. Jika diibaratkan sebuah drama, manusia hanyalah bagaikan aktor yang harus memainkan skenario yang telah diciptakan oleh sutradara.
d. Kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan
Pandangan maturidiyah bukhara menekankan berlakunya kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan. Tuhan berbuat sekehendakNya dan tidak ada satu laranganpun bagi Tuhan. Ia membuat apa saja yang ia kehendakiNya. Tidak ada yang dapat menentang dan membatasi kehendak Tuhan, kendatipun pembatasan tersebut adalah kemauan Tuhan sendiri.
Namun, harun nasution, paham maturidiyan bukhara tentang kehendak dan kekuasaan Tuhan tidak semutlak dalam pandangan al-asy’ari. Hal ini terlihat dalam pandangannya tentang janji dan ancaman Tuhan.
e. Janji dan ancaman Allah
Kaum mautirdiyah bukhara dalam hal janji dan ancaman Tuhan tidak sepenuhnya sepaham dengan al-asy’ari, namun juga tidak sepenuhnya sepaham dengan manuridiyah samarkand. Dalam pandangan maturidyah bukhara ini, tidak mungkin Tuhan melanggar janji Nya untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin Tuhan membatalkan ancaman Nya untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Dari sisni dapat diketahui bahwa menurut paham maturidiyah bukhara kekuasaan dan kehendak Tuhan tidaklah betul-betul mutlak seperti yang dipahami oleh kaum asy’ariyah. Bagi maturidiyah bukhara, Tuhan tidak mungkin melanggar janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik.
f. Pelaku Dosa Besar
Aliran ini sependapat dengan aliran maturidiyah samarkand yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak diakhirat bergantung pada apa yang di lakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa tobat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan kepada sepebuhnya kepada kehendak allah SWT. Jika mengehendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia akan memasukkannya ke neraka, tetapi tidak kekal di dalamnya.
g. Iman dan kufur
Pengertian iman menurut maturidiyah bukhara, seperti yang dijelaskan oleh al-bazdawi, adalah tashdiq bi al-qalb yaitu meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan Rosul-rosul yang diutus Nya beserta risalah yang dibawanya, dan tashdiq bi al-lisan yaitu mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran islam secara verbal. Pendapat ini tampaknya tidak banyak berbeda dengan asy’ariyah, yaitu sama-sama menempatkan tashdiq sebagai unsur esensial dari keimanan walaupun dengan pengungkapan yang berbeda.
Al-bazdawi menyatakan bahwa iman tidak dapat berkurang, tetapi bisa bertambah dengan adanya ibadah-ibadah yang dilakukan. Al-bazdawi menegaskan hal tersebut dengan membuat analogi bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan berfungsi bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang esensi yang digambarkan oleh bayangan itu tidak akan berkurang. Sebaliknya, dengan kehadiran bayangan-bayangan (ibadah itu) justru menjadi bertambah.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Komunitas Blogger Pekalongan

Hasan Ali Sobat sedang membaca artikel tentang Makalah Tentang Maturidiyah Bukhara. Karena Adminnya Baik hati dan tidak sombong, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

:: Get this widget ! ::

0 Comments
Tweets

0 comments:

Next Prev Home