PEMBAHASAN
A. Pengertian teori perkembangan
Teori adalah suatu sistem pengertian atau konseptualisasi yang diorganisasikan secara logis dan diperoleh melalui jalan yang sistematis.
Suatu teori akan memperoleh arti yang penting bila banyak melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada.
Menurut Buhler (1893-1974) ada 5 tingkat perkembangan psikis seseorang:
1. permulaan : memasuki dunia sampai + 25 th
2. penanjakan : =
3. puncak masa hidup : 25-50 th
4. penurunan : menarik dari kehidupan: sampai 50 th
5. akhir kehidupan : =
Menurut Buhler, dalam perkembangan psikis ada 4 titik balik yang menentukan:
a. permulaan kemasakan seksual : pada anak laki-laki 15 th, wanita 13 th
b. penghentian pertumbuhan jasmani :wanita 18 th, laki-laki 15 th
c. akhir masa subur : wanita 40-46 th, laki-laki: masih tanda tanya
d. permulaan kemunduran biologis : 50 th
B. Macam-macam teori perkembangan
1. Teori Empirisme
Istilah empirisme berasal dari kata empiri, yang artinya pengalaman. Teori ini berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor lingkungan.[1] Teori ini di populerkan oleh Francis Bacon (1561-1626) dan John Locke (1635-1704).
Pandangan teori ini adalah, “pada dasarnya anak lahir di dunia perkembangannya di tentukan oleh adanya pengaruh dari luar termasuk pendidikan dan pengajaran”. Anggapan dari teori ini anak lahir di dunia dalam keadaan putih bersih dan kosong seperti tabularasa, maka pengalaman (empiris) anaklah yang akan menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak. Dengan demikian, menurut teori ini pendidikan atau pengajaran anak pasti berhasil dalam usahanya.
Adapun bentuk dalam teori ini, antara lain:
Teori optimisme (paedagogik optimisme), teori ini sangat yakin dan optimis akan adanya keberhasilan, upaya pendidikan dalam membina kepribadian anak. Kemudian teori yang berorientasi lingkungan (environmentalisme), teori ini beranggapan bahwa lingkungan lebih banyak menentukan terhadap corak perkembangan anak.[2]
2. Teori Nativisme
Istilah nativisme berasal dari kata natus= lahir, nativus= kelahiran atau pembawaan. Teori nativisme menyatakan bahwa perkembangan semata=mata ditentukan oleh pembawaan, yaitu pembawaan yang dibawa sejak lahir.[3]
Teori ini dikeluarkan oleh Scopenhar (jerman,1788-1860). Teori ini berpendapan bahwa : “anak lahir telah dilengkapi pembawaan bakat alami (kodrat)”. Dan pembawaan(nativis) inilah yang akan menunjukkan wujud kepribadian seorang anak. Dengan demikian, maka pendidikan bagi anak akan sia-sia dan tidak perlu di hiraukan.
Yang termasuk dalam teori ini yaitu, teori pesimisme (paedagogik pesimistis), teori ini menolak, pesimis terhadap pengaruh luar. Selanjutnya, teori biologisme, disebabkan menitikberatkan pada faktor keturunan (genetik) dan konstitusi atau keadaan psikologipisik yang dibawa sejak lahir.
Scopenhaur berpendapat bahwa bayi lahir itu sudah dengan pembawaan baik dan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna bagi anak itu sendiri. Dalam teori ini, lingkungan tidak ada gunanya. Sebab lingkungan tidak berpengaruh dalam perkembangan anak. Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak mewarisi bakat-bakat orang tuanya.[4]
3. Teori Konvergensi[5]
Menurut W.Stern, konvergensi berasal dari kata convergen yang berarti memusat ke satu titik, yaitu:
a. Pendidikan dapat dilaksanakan.
b. Pendidikan diartiakan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dari mencegah potensi yang kurang baik.
c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan
Teori konvergensi dipelopori oleh William Stern dan Clara Stern, mereka berpendapat bahwa perkembangan jiwa anak lebih banyak ditentukan oleh 2 faktor yang saling menopang, yaitu faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan. Keduanya tidak dapat dipisahkan (interpendence) seolah-olah memadu, bertemu dalam 1 titik, disini dipahami bahwa kepribadian seorang anak akan terbentuk dengan baik apabila dibina oleh suatu pendidikan atau (pengalaman) yang baik serta ditopang oleh bakat yang merupakan bawaan lahir.
Sebaliknya Stern menyatakan bahwa apa yang dibawa manusia hanyalah tersedia sebagai kemungkinan saja. Supaya ini menjadi sifat nyata dan menjadi kemampuan yang sungguh-sungguh, maka sudah pasti perlu pola suatu proses kemasakan tetapi kecuali mengajukan pemeliharaan.
4. Teori Rekapitulasi
Merupakan pengulangan ringkasan dari kehidupan suatu bangsa yang berlangsung secara lambat selama berabd-abad. Dengan hukum ini berarti perkembangan jiwa anak itu merupakan ulangan dan adanya persamaan dengan kehidupan sebelumnya (yang dilakukan oleh nenek moyang). Dalam teori ini tingkatan manusia dapat dibagi dalam beberapa masa:
a. Masa berburu dan menyamun
Anak usia sekitar 8 tahun senang bermain kejar-kejaran, perang-perangan, menangkap binatang (capung, kupu-kupu, dsb)
b. Masa mengembala
Anak usia sepuluh tahun senang memelihara binatang seperti ayam, kucing, burung, anjing, dsb.
c. Masa bercocok tanam
Masa ini dialami oleh anak sekitar umur dua belas tahun, dengan tanda-tanda senang berkebun, menyiram bunga.
d. Masa berdagang
Anak pada usia dua belas tahun senang bermain jual-jualan, tukar menukar foto, perangko, berkiriman surat dengan teman-teman maupun sahabat pena.
e. Masa industri.
Masa ini dialami oleh anak sekitar umur 14 th ke atas, dengan ditandai anak mencoba membuat karya sendiri seperti membuat mainan, kandang merpati dan sebagainya.
5. Teori Psikodinamika
Teori psikodinamika memandang komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang. Komponen yang bersifat sosio-afektif, yaitu ketenggangan yang ada dalam diri seseorang, sebagai penentu dinamikanya.
Adapun 2 ahli yang termasuk dalam pengkajian teori ini adalah Sigmund dan Erikson.[6]
a. Menurut teori Freud, maka seseorang anak dilahirkan dengan 2 macam kekuatan (energi), biologis, yaitu libido dan nasumati. Kekuatan ini “ menguasai” semua orang atau semua benda yang berarti bagi anak, melalui proses yang oleh freud disebut kathexis. Kathexis berarti mengkonsentrasi energi psikis terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik, atau terhadap suatu proses yang spesifik.
Struktur anak pada waktu dilahirkan adalah apa yang disebut “Das Es”, yaitu mendorong anak untuk memuaskan nafsu-nafsunya (prinsip kenikmatan). Tetapi dalam perkembangannyaanak tumbuh pada realita keliling hingga terpaksa harus mengadakan suatu kompromi (prinsip realitas). Sehingga timbul suatu komponen lain yaitu “Das Ich” (aku) yang berfungsi sebagai penentu diri, baik terhadap dunia luar maupun terhadap Das Es. Adapun komponen yang lain yaitu “Das Ueber-Ich”. Komponen ini terbentuk karena pengaruh lingkungan sosial yaitu pada orang tua yang terjadi pada masa kanak-kanak. “Das Ueber Ich” terbentuk didalam “Das Ich” seseorang. “Ueber Ich” tersebut mengatur tingkah laku “Ich” dan mengatur tuntutan yang datang dari “Es”. Kalau “Ich” tidak berhasil untuk mengkompromikan tuntutan “Es” dan tuntutan “Ueber Ich” maka nafsu-nafsu yang berasal dari “Es” ditekan secara tidak sadar. Berarti bahwa nafsu-nafsu tadi tidak manifest, nifest, tetapi pengaruhnya masih ada secara laten. Lalu seseorang dapat melakukan hal-hal tertentu yang tidak diketahui sendiri alasannya.
Kelemahan dari teori psikolodinamika yaitu tidak dapat diuji secara empiris. Yang teori tersebut menitikberatkan akan perkembangan sosio-afektif. Perlu diketahui juga bahwa libido dan agresif (sebagai pernyataan nafsu mati) selalu berjalan bersama-sama. Jadi kalau misalnya seksualitas ditekan karena norma pendidikan oarang tua maka agresi ikut ditekan juga. Hal ini mempunyai pengaruh yang menentukan bagi perkembangan kepribadian anak.
b. Teori Erikson
Erikson menambahkan dasar dari orientasi teorinya mengenai tahapan perkembangan psikososial, penekanan pada identitas, dan perluasan metodologi.
1. Tahapan perkembangan psikososial
Erikson mencoba meletakan hubungan antara gejala psikis dan sisi edukatif, serta hal yang sangat penting dalam menentukan perkembangan hidup individu. Pandanganya menyatakan bahwa masyarakat memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan psikososial individu. Peranan ini dimulai dari aturan atau budaya masyarakat sampai pola asuh orang tua.
2. Penekanan pada identitas
Identitas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi individu, sehingga secara sadar maupun tidaj sadar individu tersebut selalu mencari identitas dirinya. Bila proses pencarian identitas berjalan baik, maka untuk tahapan perkembangan selanjutya akan semakin kuat, walaupun akan tetap mencapai krisis pada masa remaja.
3. Perluasan metode psikoanalisis
Dalam mempelajari individu ada 3 metode yang dapat digunakan untuk mempelari perkembangannya, yaitu; observasi langsung, perbandingan cross-cultural, dan sejarah psikologi.
6. Teori Interaksionisme
Pelopor teori interaksionisme adalah Piaget (1974). Pendapatnya agak menyebelah karena Piaget hanya mementingkan perkembangan intelektual dan perkembangan moral yang berhubungan dengan itu. Disini moral dipandang sebagai berhubungan dengan intelektual anak.[7]
Inti pengertian teori pieget adalah bahwa pekembangan harus dipandang sebagai kelanjutan genesa-embrio. Perkembangan tersebut berjalan melalui berbagai stadium dan membawa anak kedalam tingkatan berfungsi dan tingkatan struktur yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ini, antara lain:
1. faktor pemaksaan.
2. faktor pengalaman.
3. faktor trasmisi sosial.
Dalam proses perkembangan dibedakan adanya tiga macam hasil interaksi genotip dan lingkungan, yaitu:
1. hasil interaksi yang bersifat pasif.
2. hasil interaksi yang bersifat atokatif.
3. hasil interkasi yang bersifat aktif.[8]
KESIMPULAN
Macam-macam teori perkembangan, antara lain:
1. Teori Empirisme
Teori ini menyatakan bahwa “perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor lingkungan”. Tokohnya: Francis Bacon (1561-1626) dan John Locke (1635-1704).
2. Teori Nativisme
Teori nativisme menyatakan bahwa “perkembangan semata-mata ditentukan oleh pembawaan, yaitu pembawaan yang dibawa sejak lahir”. Tokohnya: Scopenhar (Jerman,1788-1860).
3. Teori Konvergensi
Teori ini menyatakan bahwa “perkembangan jiwa anak lebih banyak ditentukan oleh 2 faktor yang saling menopang, yaitu faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan”. Tokohnya: William Stern dan Clara Stern.
4. Teori Rekapitulasi
Rekapitulasi (recapitulation) berarti ulangan, maksudnya bahwa “perkembangan jiwa anak adalah hasil ulangan perkembangan jiwa”.
5. Teori Psikodinamika
Teori psikodinamika memandang bahwa “komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang”. Komponen yang bersifat sosio-afektif, yaitu ketenggangan yang ada dalam diri seseorang, sebagai penentu dinamikanya. Tokohnya: Sigmund dan Erikson.
6. Teori Interaksionisme
Tokohnya adalah piaget (1974). Pendapatnya agak menyebelah karena piaget hanya mementingkan perkembangan intelektual dan perkembangan moral yang berhubungan dengan itu.
[1] Wiji hidayah dan sri purnami, psikologi perkembangan, (Yogyakarta: sukses offest, 2008) hal.43
[2] M. Sugeng solehudin, psikologi perkembangan, dalam perspektif pengantar, (Pekalongan: STAIN Pekalongan pers, 2008) hal.43
[3] ibid hal. 31
[4] Ibid hal. 44
[5] Ibid hal. 45
[6] Rita eka izzaty, perkembangan peserta didik, (Yogyakarta: UNY Pers, 2008) hal. 50
[7] Ibid hal. 27
[8] Ibid hal. 36
Ditulis Oleh : Unknown ~ Komunitas Blogger Pekalongan
Sobat sedang membaca artikel tentang Teori Psikologi Perkembangan. Karena Adminnya Baik hati dan tidak sombong, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya