Sunday, April 21, 2013

Makalah Psikologi Perkembangan


LAPORAN

HASIL PENELITIAN PADA ANAK TUNARUNGU
(Studi Kasus ABK SDLB Bendan) BAB I

LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam susunan panca indra manusia, telinga sebagai indra pendengaran merupakan organ untuk melengkapi informasi yang diperoleh melalui penglihatan. Oleh karena itu kehilangan sebagian atau keselutuhan kemampuan mendengar berarti kehilangan kemampuan untuk menyimak peristiwa secara utuh disekitarnya. Akibatnya, semua peristiwa yang terekam oleh penglihatan anak tunarungu tampak seperti secara tiba-tiba tanpa dapat memahami gejala awalnya.

Secara umum anak dikatakan tunarungu apabila anak mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengaran sehingga dia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicaranya.

Secara fisik anak tunarungu tidak berbeda dengan anak-anak noramal pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, mereka berbicara dengan tanpa suara atau dengan suara yang tidak jelas artkulasinya, atau tidak berbicara sama sekali hanya menggunakan bahasa isyarat.

Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu mengakibatkan terhambatnya perkembangan anak, sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada perkembangan intelegensinya, dalam perkembangan komunikasi verbal atau lisan baik itu berbicara maupun memahami pembicaraan orang lain, perkembangan emosi dan ssosial anak maupun kepribadiannya.

Hambatan pada komunikasi tersebut, juga berakibat pada hambatan dalam proses pembelajaran anak tunarungu. Pada anak-anak yang mampu mendengar, mereka dapat menghubungkan pengalaman dan lambang bahasa melalui pendengaran. Sedangkan pada anak tunarungu tidak. Ini disebabkan karena tidak berfungsinya alat pendengaran secara maksimal. Anak tunarungu akan mengutamakan indra penglihatannya dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya dibandingkan dengan indra pendengarnnya. Atas dasar itulah diharapkan layanan pendidikan yang relevan dengan karakteristik anak tunarungu diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan menimbulkan motivasi untuk lebih berprestasi di sekolah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Pengertian Anak Tunarungu

Sistem pendengaran manusia secara anatomis terdiri dari 3 bagian penting yaitu:

1. Struktur telinga bagian luar, yang meliputi liang telinga yang memiliki panjang kurang lebih 2,5 cm dan daun telinga (auricula).

2. Struktur telinga bagian tengah,yang meliputi gendang pendengaran (eardrum), tulang pendengaran (malleus, incus, stapes), rongga telinga tengah (cavum typany) dan serambi (vestibule).

3. Struktur telinga bagian dalam, yang melipuiti saluran gelung setengah lingkaran (canalis semi circularis) serta rumah ciput (cochlea).

Sedangkan secara fisiologis, struktur telinga manusia dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar, yang meliputi organ telinga yang terdapat di telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan sebagian telinga bagian dalam.

2. Organ telinga yang berfungsi sebagai penerima, yang meliputi sebagian telinga bagian dalam, saraf pendengaran (auditory nerve) dan sebagian dari otak yang mengatur persepsi bunyi.

Proses pendengaran dikategorikan normal, apabila sumber bunyi di dekat telinga yang memencarkan getaran-getaran suara danmenyebar ke sembarang arah dapat tertangkap dan masuk ke dalam telinga sehingga membuat gendang pendengaran menjadi bergetar.

Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ bagian dalam mengalami gangguan atau kerusakan yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapatmenjalankan fungsinya dengan baik, maka keadaan tersebut dikenal dengan berkelainan pendengaran atau tunarungu. Anak yang berada dalam keadaan kelainan pendengaran seperti itu disebut anak berkelainan pendengaran atau anak tunarungu.[1]

Jadi dapat disimpulkan bahwa Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga dia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu mengakibatkan terhambatnya perkembangan anak, sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada perkembangan intelegensi, bicara, emosi dan sosial anak maupun pada kepribadiannya.

b. Klasifikasi Anak Tunarungu

a. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengarannya, anak tunarungu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (Slight Losses)

Ciri-ciri anak tunarungu yang kehilangan pendengaran pada rentan tersebut, antara lain:

• Kemampuan mendengar masih baik, karena berada digaris batas antara pendengaran normal dan kekeurangan pendengaran taraf ringan.

• Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat mengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduk harus diperhatikan, terutama harus dekat dengan guru.

• Dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui pendengarannya.

• Perlu diperhatikan perbeb\ndaharaan bahasanya supaya perkembangan bicara dan bahasanya tidak terhambat.

• Disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar untuk meningkatkan ketajaman daya pendengrannya.

Untuk kepentingan pendidikan pada anak tunarungu kelompok ini cukup hanya memerlukan latihan membaca bibir untuk pemahaman percakapan.

b. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (Mild Losses)

Ciri-ciri anak tunarungu yang kehilangan pendengaran pada rentan tersebut, antara lain:

• Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat.

• Tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hati.

• Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.

• Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicarannya jika berada pada posisi tidak searah dari pandangannya (berhadapan).

• Untuk menghindari kesulitan bicara perlu mendapat bimbingan yang baik dan intensif.

• Ada kemungkinan mengikuti sekolah biasa, namun untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan kedalam kelas khusus.

• Disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) untuk menambah ketajaman daya pendengaran.

Untuk kepentingan layanan pendidikan anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, artikulasi, serta latihan kosakata.

c. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB (Moderate Losses)

Ciri-ciri anak kehilangan pendengran pada rentangan ini, antara lain:

• Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat (kira-kira 1 meter)

• Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya.

• Mengalami kelain bicra terutama pada huruf konsonan.

• Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan.

• Perbendaharaan kosakata yang sangat terbatas.

Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, serta perlu menggunkan alat bantu dengar untuk membantu ketajaman pendengarannya.

d. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (Severe Losses)

Ciri-ciri anak yang kehilangan pendengaran pada rentangan ini, antara lain:

• Kesulitan membedakan suara.

• Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda di sekitarnya memiliki getaran suara.

Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini adaalah latihan pendengaran secara intensif, membaca bibir, latihan pembentukan kosakata.

e. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB ke atas (Profoundly Losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada rentangan ini adalah ia hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi (2,54 cm) atau sama sekali tidak mendengar.

Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu pada kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan metode-metode pengajaran yang khusus, seperti tactile kinestetic, visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan indranya yang tersisa.[2]

b. Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, anak tunarungu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Tunarungu prabahasa (Prelingual Deafness)

Tuanrungu prabahasa terjadi ketika anak yang lahir dengan kelainan pendengaran atau kehilangan pendengrannya pada masa kanak-kanak sebelum bahasa dan bicaranya terbentuk.

Jenjang ketunarunguan yang dibawa sejak lahir, atau diperoleh pada masa kanak-kanak sebelum bahasa dan ada bicaranya terbentuk ada kecenderungan termasuk dalam kategori tunarungu berat.

b. Tunarungu pasca bahasa (Post Lingual Deafness)

Tunarungu pasca bahasa terjadi ketika anak sudah mulai memahami suatu percakapan.

Jenjang ketunarunguan yang diperoleh setelah anak memahami percakapan atau bahasa dan bicaranya sudah terbentuk, ada kecenderungan termasuk dalam kategori sedang atau ringan.[3]

c. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara antomis, anak tunarungu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Tunarungu tipe konduktif

Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai penghantar suara ditelinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran (malleus, incus dan stapes) yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan.

Ada beberapa kondisi yang menghalangi masuknya getaran suara atau bunyi ke organ yang berfungsi sebagai penghantar, misalnya:

• Tersumbatnya liang telinga oleh kotoran telinga (cerumen) atau kemasukan benda-benda asing lainnya.

• Mengeras, pecah, berlubang (perforasi) pada selaput gendang telinga dan ketiga tulang pendengaran (malleus, incus dan stapes).

Gangguan pendengran yang terjadi pada organ-organ penghantar suara ini antara rentang 60-70 dB dari pemeriksaan audimeter.

b. Tunarungu tipe perseptif

Ketunarunguan tipe perseptif disebabkan terganggunya organ-organ pendengaran yang terdapat di belahan telinga bagian dalam yang berfungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara yang dihantarkan oleh organ-organ pendengran di belahan telinga bagian luar dan tengah.

Ketunarunguan perseptif ini terjadi jika getaran suara yang diterima oleh telinga bagian dalam yang berfungsi untuk mengubah rangsang mekanis menjadi rangsang elektris tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran otak.

c. Tunarungu tipe campuran

Ketunarunguan tipe campuran ini terjadi ketika rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan.[4]

c. Karakteristik Anak Tunarungu

1. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik

Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.

2. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut:

a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.

b. Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.

c. Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.

d. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.

e. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.

f. Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain. [5]

g. Memiliki rasa cemburu dan salah sangka karena merasa diperlakukan tidak adil.

h. Suka menafsirkan sesuatu negatif atau salah dalam hal pengertiannya.[6]

3. Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik, antara lain:

a. Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam terganggu).

b. Gerak matanya lebih cepat.

c. Gerakan tangan kakinya cepat atau lincah.

d. Pernafasannya pendek dan agak teganggu.[7]

4. Karakteristik anak tunarungu dari segi kesehatan

Dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal lainnya[8]

5. Karakteristik anak tunarungu dari segi kepribadiannya, sebagai berikut:

a. Anak tunarungu yang tidak berpendidikan cenderung murung, penuh curiga, kejam, tidak simpatik, tidak percaya, cemburu, tidak wajar, egois, ingin membalas dendam, dsb.

b. Lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan dapat berpengaruh terhadap ketidak mampuan dalam penyesuaian mental dan emosi.

c. Anak tunarungu menunjukkan kondisi yang lebih neurotik, mengalami ketidak amanan dan berkepribadian tertutup (Introvet).[9]

d. Masalah Perkembangan Anak Tunarungu

a. Perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu

Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik.

Ada dua hal penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek kebahasaan. Pertama, konsekuensi akibat kelainaan pendengaran (tunarungu) berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsang bunyi atau peristiwa bunyi yang dad disekitar. Kedua, penderita akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada disekitarnya. Kemunculan kedua kondisi tersebut pada anak tunarungu, secara langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran perkembangan bahasa dan bicaranya.

Ciri-ciri umum hambatan perkembangan bahasa dan bicara antara lain sebagai berikut :

a. Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajran di kelas.

b. Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk berganti posisi telinga terhadap sumber bunyi, seringkali ia meminta pengulanagn penjelasan guru saat di kelas.

c. Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petujuk secra lisan.

d. Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka mendapatkan kesulitan secara oral dan dimungkinkan kerena hambatan pendengarannya.

e. Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau intruksi saat di kelas.

f. Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara.

g. Perkembangan intelektual peserta didik tunarungu wicara terganggu.

h. Mempunyai akademik yang rendah khususnya dalam hal membaca. [10]

Terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu merupakan masalah utama, karena kita tahu bahwa perkembangan bahasa dan bicara bagi manusia mempunyai peranan yang penting. Problem-problem yang dihadapi oleh anak tunarungu dari aspek kebahasaan adalah miskin kosakata (perbendaharaan kata atau bahasa terbatas), sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan atau sindiran, kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan, pandai, mustahil dan lain-lain, kesulitan menguasai irama dan gaya bahasa.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak tunarungu mengalami gangguan kemampuan bicara ;

1. Anak tunarungu menglami kesukaran dalam penyesuaian volume suara.

2. Anak tunarungu memiliki kualitas suara yang monoton.

3. Anak tunarungu kesulitan dalam melakukan artikulasi bicara secara tepat.

Dengan melihat keterbatasan kemampuan anak tunarungu dari aspek kemampuan bahasa dan bicara, maka sejak awal masuk sekolah pengembangan kemampuan bahasa dan bicara menjadi skala prioritas program pendidikannya. Pendidikan yang lazim digunakn untuk mengembangkan bahasa dan bicara anak tunarungu yaitu oral dan isyarat. [11]

b. Perkembangan Kongnitif Anak Tunarungu

Pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal tapi di pengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Dan mengakibatkan penghambat proses pencapaian yang lebih luas. Kerendahan tingkat intelegensi anak tunarungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya yang rendah melainkan secara umum karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang tidak semua aspek intelegensi terhambat, aspek intelegensi yang terhambat perkembanganya ialah bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian hubungan, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian. [12]

c. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu

Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan sering kali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negative atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan keimbangan dan keragu- raguan emosi anak tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Anak tunarungu bila di tegur oleh orang yang tidak di kenalnya akan tampak resah dan gelisah.

d. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu

Anak tunarungu memiliki kelainan dalam segi fisik biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyusuaian diri terhadap lingkungan. Anak tunarungu banyak di hinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam- macam.kesulitan bahasa tidak dapat di hindari untuk anak tunarungu, namun tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam bicara.

e. Perkembangan Prilaku Anak Tunarungu

Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima ransangan pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan intelegensi di hubungkan denagn sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.

Beberapa sifat kepribadian anak tunarungu yang berbeda dengan anak normal adalah :

1. Anak tunarungu lebih egosentris.

2. Anak tunarungu lebih tergantung pada orang lain dan apa-apa yang sudah dikenal.

3. Perhatian anak tunarungu lebih sukar dialihkan.

4. Anak tunarungu lebih memerhatikan yang konkret.

5. Anak tunarungu lebih miskin dalam fantasi.

6. Anak tunarungu umumnya mempunyai sifat polos, sederhana, tanpa banyak masalah.

7. Perasaan ank tunarungu cenderung dalam ekstrem tanpa banyak nuansa.

8. Anak tunarungu lebih mudah marah dan lekas tersinggung.

9. Anak tunarungu kurang mempunyai konsep tentang hubungan.

10. Anak tunarungu mempunyai perasaan takut akan hidup yang lebih besar. [13]

f. Penyebab Terjadinya Tunarungu

Kondisi kerunarunguan yang dialami anak, dihubungkan dengan kurun waktu terjadinya, yaitu :

1. Ketunarunguan sebelum lahir (pranatal)

Yaitu ketunarunguan yang terjadi ketika anak masih dalam kandungan ibunya.

Ada beberapa kondisi yang mnenyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak masih dalam kandungan, antara lain :

a. Hereditas atau keturunan

Banyak informasi yang mengindikasikan terjadinya keadaan genetis yang berbeda mengarah terjadinya sebuah ketunarunguan. Perpindahan sifat ini cenderung pada gen-gen yang dominan, gen-gen represif, atau jenis kelamin yang berhubungan dengan gen-gen itu. Faktor ini erat hubungannya dengan anggota keluarga terutama ayah dan ibu. Anak yang mengalami ketunarunguan karena diantara anggota keluarganya ada yang mengalami ketunarunguan.menirut estimasi Moores (1982) persentase anak yang mengalami ketunarunguan jenis ini sekitar 30%-60%. Ketunarunguan jenis ini sering disebut dengan tunarungu genetis.

b. Maternal rubella

Maternal rubella yang dikenal sebagai penyakit cacar air Jerman, atau campak. Virus penyakit tersebut berbahaya jika menyerang seorang wanita hamil ketika tiga bulan pertama waktu kehamilan sebab dapat mempengaruhi atau berakibat buruk terhadap anak atau bayi yang dikandungnya. Hardy (1963) melaporkan bahwa dari 199 anak yang ibunya didiagnosis telah terjangkit virus rubella, yaitu 50% kerusakan berhubungan dengan faktor pendengaran, 20% kerusakan berhubungan dengan mata dan 30% selebihnya berhubungan dengan penyakit jantung. Sedangkan pada catatan Hicks (1970), Dwons (1978) menyebutkan bahwa 8.000-20.000 anak yang dijangkiti oleh epidemi rubella pada tahun 1958-1964 menyebabkan ketunarunguan, terutama tunarungu jenis perseptif, karen akerusakan terjadi pada cochlea.

c. Pemakaian antibiotik overdosis

Ada beberapa obat-obatan antibiotik yang jika diberiakan dalm jumlah besar akan mengakibatkan ketunarunguan atau kecacatan lain pada anak. Misalnya saja, seoarng wanita yang mencoba menggugurkan kandungannya dengan meminum tablet-tablet antibiotik, seperti kinine, aspirin dan lainnya dengan jumlah yang overdosis. Akan tetapi, niatan menggugurkan kandungannya mengalami kegagalan, akibatnya timbul keracunan pada bayi yang dikandungnya. Obat-obatan antibiotik lainnya yang besar pengaruhnya terhadap gangguan pendengaran atau ketunarunguan pada anak semasa dalam kandungan adalah dihydrostreptomycin, neomicin, kanamicin dan streptomycin. Pengaruh buruk obat tersebut dapat menimbulkan tunarungu sensoneural (tunarungu saraf)

d. Toxoemia

Ketika sang ibu sedang mengandung, karena sebab tertentu sang ibu menderita keracunan pada darahnya (toxoemia). Kondisi ini dapat berpengaruh pada rusaknya placenta atau janin yang dikandungnya, akibatnya ada kemungkinan sesudah bayi itu lahir akan menderita tunarungu.

2. Ketunarunguan saat lahir (neonatal)

Yaitu ketunarunguan yang terjadi saat anak dilahirkan.

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan pada saat anak dilahirkan, yaitu :

a. Lahir prematur

Prematur adalah proses lahir bayi yang terlalu dini sehingga badannya atau panjang badannya relatif sering dibawah normal, dan jaringan-jaringan tubuhnya sangat lemah, akibatnya anak lebih mudah terkena anoxia (kekurangan oksigen) yang berpengaruh pada kerusakan inti cochlea (cochlear nuclei) yang dapat menyebabkkan ketunarunguan.

b. Rhesus factors

Ketunarunguan yang dialami oleh anak-anak yang dilahirkan bisa jadi karena ketidakcocokan antara rhesus ibu dengan rhesus anak yang dikandung. Ketidakcocokan rhesus tersebut jika seorang perempuan yang mempunyai rhesus negatif menikah dengan laki-laki yang mempunyai rhesus positif maka ada kemungkinan anak yang dikandung mempunyai rhesus positif, seperti yang dimiliki ayahnya, yang tidak seperti ibunya. Akhirnya, sel-sel darah merah yang seharusnya membentuk antibodi, justru akan merusak sel-sel darah merah anak, dan anak mengalami kekurangan sel darah merah (anemia), menderita sakit kuning (jaundice). Ketika anak tersebut lahir akan menderita ketunarunguan.

c. Tang verlossing

Adakalanya bayi yang dikandung tidak dapat lahir secara wajar, artinya untuk mengeluarkan bayi tersebut drai kandungan memerlukan bantuan atau pertolongan alat. Untuk mengatasi kondisi yang demikian, biasanya dokter menggunakan tang dalam membantu bayi lahir. Lahir cara ini memang dapat berhasil, tetapi tidak jarang mengalami kegagalan. Resiko lahir cara ini jika jepitan tang menyebabkan kerusakan yang fatal pada susunan saraf pendengaran, akibatnya ada kemungkinan anak mengalami ketunarunguan.

3. Ketunarunguan setelah lahir (posnatal)

Yaitu ketunarunguan yang terjadi setelah anak dilahirkan oleh ibunya.

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi setelah dilahirkan, antara lain :

a. Penyakit meningitis cerebralis

Meningitis cerebralis adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak. Terjadinya ketunarunguan ini karena pusat susunan saraf pendengaran mengalami kelainan akibat dari peradangan tersebut. Jenis ketunarunguan akibat peradangan pada selaput otak ini biasanya termasuk dalam jenis ketunarunguan perseptif. Oleh karena itu, untuk menghindari peradangan yang fatal harus berhati-hati dalam menjaga bagian-bagian yang vital di daerah kepala, agar tidak mengalami kecelakaan, seperti jatuh, atau terkena benturan benda-benda yang keras, yang akan berakibat fatal.

b. Infeksi

Ada kemungkinan sesudah anak dilahirkan kemudian terserang penyakit campak (maesles), stuip, thypus, influenza dan lain-lain. Keberadaan nak yang terkena infeksi akut akan menyebabkan anak mengalami tunarungu perspektif karena virus-virus akan menyerang bagian-bagian penting dalam rumah siput (cochlea) sehingga mengakibatkan peradangan.

c. Otitis media kronis

Keadaan ini menunjukkan adanya cairan otitis media [14] yang berwarna kekuning-kuningan tertimbun didalam telinga bagian tengah. Jika keadaan ini sudah kronis atau tidak terobati dapat menimbulkan gangguan pendengaran, karena hantaran suara yang melalui telinga bagian tengah terganggu. [15]

Sedangkan penyebab tunarungu berdasarkan letak gangguan ketunarunguan secara anatomis, dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

1. Penyebab Tunarungu Tipe Konduktif:

Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat disebabkan antara lain oleh:

• Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (atresia meatus akustikus externus)

• Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa).

2. Penyebab Tunarungu Tipe perseptif:

Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:

• Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan sebagainya.

• Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis media).

• Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes.

• Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium atau zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.

• Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.

• Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.

3. Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Campuran:

a. Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan),

b. Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:

• Rubena (Campak Jerman).

• Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak.

• Meningitis (radang selaput otak ).

• Trauma akustik. [16]

g. Pencegahan Terjadinya Tunarungu

Untuk meminimalkan insiden ketunarunguan pada anak-anak, upaya-upaya yang bersifat preventif akan lebih baik. Menurut kurun waktunya, upaya-upaya pencegahan dapat dilaksanakan sebagai berikut :

1. Masa persiapan

Yaitu masa sebelum insan melakukan perkawinan.

Pada masa ini ada beberapa hal yang perlu diperhatiakan, diantaranya :

• Kedua calon suami istri hendaknya memeriksakan kesehatan dirinya.

• Melakukan konseling genetika.

• Senantiasa menjaga diri agar terhindar dari penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan kelainan pada dirinya, terutama yang bersifat hereditif.

• Menghindari diri agar tidak terkena infeksi yang sangat membahayakan.

• Menghindari pernikahan sedarah atau dengan saudara dekat.

2. Masa prenatal

Yaitu masa ketika bayi masih berada dalam kandungan ibunya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa prenatal ini adalah sebagai berikut :

• Menjaga supaya ibu yang mengandung tetap mendapat vitamin yang cukup dan makanan yang mempunyai gizi tinggi, agar anak yang dikandungnya dapat tumbuh berkembang dengan baik dan normal.

• Selama mengandung secara periodik ibu harus rajin memeriksakan diri ke Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA).

• Jika terjadi kelainan-kelianan dalam kandungannya, maka secepatnya memeriksakan diri kedokter ahli kandungan sebab jika placenta rusak dapat mengakibatkan ketunarunguan pada anak.

• Kesehatan ibu dijaga agar tidak terjadi lahir sebelum tiba waktunya (prematur).

• Suasana emosi ibu yang sedang mengandung harus selalu baik, tidak selalu gelisah, tertekan, tegang atau kurang stabil sebab keadaan emosi yang negatif kemungkinan dapat berakibat lahir yang prematur.

• Ibu yang sedang mengandung sebaiknya menghindari diri dari pekerjaan-pekerjaan berat karena hal ini dapat menyebabkan letak kandungan tidak normal.

• Selama ibu mengandung sebaiknya tidak meminum obat-obat antibiotik ynag dapat membahayakan kandungan.

• Menjaga agar ibu selama mengandung tidak terserang penyakit seperti influenza, meales, syphilis, batuk rejan dan lain-lain.

• Menjaga diri supaya tidak terjadi keracunan darah yang dapat merusak jaringan organ pendengarn.

• Melakukan imunisasi tetanus.

3. Masa natal

Yaitu masa bayi dalam proses lahir.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa natal ini antara lain adalah :

• Sebisa mungkin dalam proses kelahiran dihindarkan pada penggunaan tang (forceps), karena lahir dengan bantuan tang terdapat kemungkinan dapat merusak saraf pendengaran.

• Dalam proses lahir sebaiknya selalu dalm pengawasan dokter, sehingga jika terjadi kelainan dan kesukaran dalam melahirkan, secara cepat dapat diberikan pertolongan, menghindari kelainan yang dapat mengakibatkan ketunarunguan.

• Ibu yang melahirkan sebaiknya mematuhi petunjuk dokter supaya supaya tidak terjadi kesukaran dalam proses lahir yang sering juga mengakibatkan anoxia.

• Apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginaynya, maka kelahiran harus melalui operasi caesar.

4. Masa postnatal

Yaitu masa setelah bayi dilahirkan.

Hal yang perlu diperhatikan pada masa setelah bayi dilahirkan antara lain sebagai berikut:

• Penjagaan kesehatan, kebersihan dan keamanan pada masa bayi dan kanak-kanak adalah masa yang sangat penting untuk mencegah timbulnya infeksi pada irgan pendengaran dan rongga mulut.

• Pada waktu anak sakit temperaturanya dijaga agar tidak terus meninggi, sebab hal ini dapat mengakibatkan kelemahan pada saraf dengar.

• Mengadakan pengawasan terhadap makanan anak, agar terhindar dari keracunan darah yang dapat merusak atau menghambat pertumbuhannya.

• Mengadakan pengawasan agar anak tidak bermain dengan permainan yang dapat membahayakan kondisi dirinya, yang dapat merusak fungsi organ pendengarannya [17]

• Melakukan imunisasi dasar dan imunisasi rubela.

h. Pelayanan Pendidikan pada Anak Tunarungu

Pelayanan pendidikan anak tunarungu untuk mengembangkan kemampuannya dalam berbicara dan bahasa dengan menggunakan layanan bina bicara yang memiliki tiga tujuan, yaitu :

1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan tentang:

a. Cara mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia

b. Cara mengucapkan kata, kelompok kata dan kalimat Bahasa Indonesia

c. Mengevaluasi bicaranya sendiri, berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik

d. Mengendalikan alat ucapnya untuk peningkatan kualitas bicara

e. Pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat.

2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil:

a. Mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia

b. mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa Indonesia

c. Mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual, auditif, dan kinestetik

d. Mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu bicaranya

e. Menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai dengan gagasan dan

tata bahasa ayang baik dan benar

3. Di bidang sikap, agar anak memiliki:

a. Senang menggunakan cara bicara dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain

b. Senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya.

Sedangkan tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu, adalah agar ia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk:

a. Berkomunikasi di masyarakat

b. Bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat

c. Berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. [18]

BAB III

METODE PENELITIAN

a. Metode Interview

Adalah suatu bentuk komunikasi Verbal. Jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi[19] Metode ini akan digunakan untuk memperoleh informasi tentang latarbelakang dari ketunarunguan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan Yogi Sugiarto secara lebih mendalam. Adapun yang akan diwawancarai ialah wali kelas dari Yogi Sugiarto dan ibunda Yogi Sugiarto.

b. Metode Observasi

Adalah metode pengumpulan data secara sistematik melalui pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diteliti [20] Observasi ini akan dilakukan untuk meneliti kebiasaan dan tingkah laku maupun sosialisasi dari Yogi Sugiarto saat didalam kelas, di luar kelas maupun di rumah.

c. Metode Quesioner

Adalah penyelidikan tentang suatu masalah yang banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak) dengan jalan melihat sesuatu daftar pertanyaan beberapa formulir, diajukan secara terrtulis kepada sejumlah subyek untuk mendapat jawaban atau rangsangan atau tanggapan (respon) terrtulis seperlunya. [21] Dalam hal ini peneliti memberikan Quesioner kepada Yogi Sugiarto.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

a. Identitas

DATA ORANG TUA / WALI SISWA

1. Nama : Yogi Sugiarto

2. SD : SDLB Bendan

3. Kelas : 6

A. Identitas Orang Tua / wali

Ayah

1. Nama Ayah : Sumadyo (Alm)

2. Umur : -

3. Agama : Islam

4. Status Ayah : Kandung

5. Pendidikan Tertinggi : Perguruan Tinggi

6. Pekerjaan Pokok : Polisi

7. Alamat Tinggal :Krapyak, Gg 8 No 19 RT. 03 RW. III Pekalongan

Ibu

1. Nama Ibu :Nani Hidayati

2. Umur : 40 tahun

3. Agama : Islam

4. Status Ibu : Kandung

5. Pendidikan Tertinggi : SMA

6. Pekarjaan Pokok : Salon

7. Alamat Tinggal :Krapyak, Gg 8 No 19 RT. 03 RW. III Pekalongan

B. Hubungan Orang Tua dengan Anak

1. Kedua Orang Tua satu rumah : iya

2. Anak satu rumah denagn kedua oarng tua : iya

3. Anak diasuh oleh salah satu oarng tua : iya

4. Anak diasuh wali / saudara : tidak

C. Sosial Ekonomi Oarng Tua

1. Jabatan formal ayah dikantor :-

2. Jabatan formal ibu dikantor :-

3. Jabatan formal ayah diluar kantor :-

4. Jabatan informal ibu diluar kantor :-

5. Rata-rata penghasilan kedua orang tua perbulan : Tidak menentu

D. Tanggungan dan Tanggapan Keluarga

1. Jumlah anak : 2

2. Ysb. Anak yang ke : 2

3. Persepsi orang tua terhadap anak ysb :

4. Kesulitan oarng tua terhadap anak ysb : Dalam komunikasi

5. Harapan orang tua terhadap anak ysb : Ingin menyekolahkan anaknya

ke jenjang yang lebih tinggi dan

memenjadikannya seorang ahli

elektro.

INFORMASI PERKEMBANGAN ANAK

(Disi oleh orang tua siswa)

A. Identitas Anak :

1. Nama : Yogi Sugiarto

2. Tempat dan tanggal lahir / umur : Pekalongan, 8 September 2000

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Status anak : Kandung

6. Anak ke dari jumlah saudara : 2 dari 1 saudara

7. Nama sekolah : SDLB Bendan

8. Kelas : 6

9. Alamat : Krapyak, Gg 8 No 19 RT. 03 RW. III Pekalongan

B. Riwayat Kelahiran :

1. Perkembangan masa kehamilan : Pada masa kehamilan sering mengalami pendarahan saat si ibu merasa kecapekan dan kaget.

2. Penyakit pada masa kehamilan :-

3. Usia kandungan : 9 bulan

4. Riwayat proses kehamilan : Waktu sebelum proses kelahiran si bayi diketahui dalam keadaan sungsang, waktu dalam perjalanan kerumah sakit kaki bayi sudah keluar duli sebelum sampai di rumah sakit.

5. Tempat kelahiran : Rumah sakit

6. Penolong proses kelahiran : Dokter

7. Gangguan pada saat bayi lahir : Kaki bayi keluar dulu saat diperjalaan menuju rumah sakit. Tapi bayi dilahirkan dengan jalan normal.

8. Berat bayi : 3 kg

9. Panjang bayi : 50 cm

10. Tanda-tanda kelainan pada bayi : Tidak ada

C. Perkembangan Masa balita : Pada perkembangan masa balita normal seperti anak-anak yang lain, namun pada usia 7 bulan bayi sering panas saat Yogi usia merangkak kecelakaan jatuh dari gendongan dan telinga kirinya terbentur tembok yang mengakibatkan kerusakan pada organ pendengarannya.

D. Perkembangan Fisik : Perkembangan fisik normal seperti anak-anak pada umumnya.

E. Perkembangan Sosial : Perkembangan sosial juga sama seperti anak-anak lainnya, dalam arti bahwa Yogi tidak pernah merasa minder dengan kekurangan yang dia miliki dan dia dapat bersosialisasi dengan baik di rumah maupun di sekolahan.

F. Perkembangan pendidikan :

1. Masuk TK Umur : -

2. Lama Pendidikan di TK : -

3. Kesulitan Selama di TK : -

4. Masuk SD Umur : 6 Tahun

5. Kesulitan Selama di SD : Menulis, membaca

6. Pernah tidak naik kelas : pernah

7. Pelayanan khusus yang pernah di terima anak: Beberapa kali terapi namun belum juga berhasil selama bayi smapi usia masuk sekolah.

8. Prestasi belajar yang di capai : Mengikuti lomba lompat jauh tingkat provinsi.

9. Mata pelajaran yang di rasa paling sulit : IPA (mata pelajaran yang sifatnya verbal)

10. Mata pelajaran yang di rasa paling di senangi: Matematika, olah raga.

b. Hasil Interview

1. Interview Dengan Siswa

Peneliti melakukan interview(wawancara) kepada siswa ABK yaitu pada anak tunarungu yang bernama Yogi Sugiarto (Yogi). Hasil interview peneliti lampirkan di laporan penelitian ini dalam bentuk Quesioner. Dari hasil interview itu dapat peneliti simpulkan bahwa Yogi termasuk anak yang rajin berangkat sekolah, serta jarang sekali ia tidak masuk sekolah. Tiap hari ia berangkat sekolah diantar dan ditunggui oleh ibundanya. Yogi adalah seorang anak yang sangat percaya diri dan tidak pernah mengeluh kepada orang tuanya tentang keadaanya yang dialaminya sekarang ini. Yogi bercita-cita ingin menjadi seperti ayahnya yang diidolakannya selama ini yaitu seorang Polisi, anak yang punya hobi bermain sepak bola dan menjadi salah satu anak didik di SSB (Sekolah Sepak Bola) di Pekalongan ini sangat menyukai pelajaran adalah matematika dan olah raga bahkan dia pernah diikut sertakan dalam lomba lompat jauh tingkat provinsi. Sedangkan mata pelajaran yang paling dia tidak sukai yaitu IPA. Hal inilah yang menjadi kesulitan dalam anak-anak tunarungu berkesulitan dalam memahami mata pelajaran yang bersifat verbal.

2. Interview Dengan Orang Tua

Hasil interview dengan orang tua atau wali murid dari Yogi sudah peneliti rekam dan di lampirkan dalam bentuk CD. Hasilnya adalah bahwa ketunarunguan yang dialami Yogi bukan karena faktor dari lahir tetapi disebabkan karena terjatuh yang kemudian telingannya mengenai tembok dan akhirnya mengakibatkan kerusakan pada organ pendengarannya dan itu terjadi saat Yogi masih kecil yaitu saat Yogi belum mengenal bahasa dengan baik sehingga selain dia mengalami tunarungu juga dia mengalami keterlambatan dalam menganal bahasa, ketunarunguan yang dialami Yogi ini dikategorikan dalam tunarungu pra bahasa (Prelingual Deafness). Menurut penuturan ibunda dari Yogi untuk perkembangan fisik dan lainnya relatif sama dengan anak-anak lain sebayanya, yaitu waktunya dia merangkak, berjalan tetap sama seperti yang lain, namun bedanya hanya dalam hal peniruan bahasa, karena dia mengalamu kerusakan pada organ pendengarannya maka dia tidak dapat menirukan bahasa yang ada disekitarnya. Yogi adalah anak yang sangat percaya diri, dia mampu bergaul dengan teman-teman sebayanya di lingkungan sekolah dan lingkungan rumahnya dengan baik bahkan dia tidak minder ikut serta dalam sekolah sepak bola yang pada umumnya diikuti oleh anak-anak normal lainnya. Selain itu Yogi seorang anak yang sangat kuat menerima kekurangan yang saat ini dialaminya ini terbukti ketika peneliti tanya kepada ibunda Yogi kalau Yogi tidak pernah sekalipun mengeluh dengan kekurangannya, Yogi juga termasuk anak yang mandiri dia jarang sekali meminta sesuatu kepada ibundanya, dia selalu menyisihkan uang jajannya untuk keperluannya sendiri tanpa harus meminta kepada ibunya. Akan tetapi terkadang ibunda Yogi tidak mengerti dan memahami keinginan dari Yogi yang berujung pada kekesalan sendiri, begitu juga dengan Yogi yang terkadang tidak mengerti maksud dan keinginan dari ibundanya.

3. Interview Dengan Wali Kelas

Hasil interview dengan wali kelas dari Yogi sudah peneliti rekam dan di lampirkan dalam bentuk CD. Hasilnya adalah bahwa Yogi merupakan anak tunarungu sedang yang duduk di kelas 6 SDLB Bendan. Dia anak adalah yang memiliki IQ yang normal namun karena ketunarunguan yang dideritanya itu yang menyebabkan terlambat dalam pendidikannya. Namun selama di sekolah perkembangannya sudah mulai maju. Sudah mulai bisa menunjukan kemampuannya untuk dapat mengerti apa yang dibicarakan lawan bicaranya dan mampu menirukan kata-kata yang diajarkan. Didalam kelas Yogi mampu menerima dan mengikuti pelajaran yang diajarkan dengan baik dan mampu bersosialisasi dengan teman-teman kelasnya secara baik tidak hanya pada teman-teman yang lama namun pada teman-teman barupun dia dapat bersosialisasi dengan baik. Dari hasil interview dengan wali kelas menyatakan bahwa bakat yang ada pada Yogi dan perlu dikembangkan adalah dalam bidang olah raga.

c. Hasil Observasi

1. Siswa Ketika Di Kelas

Setelah melakukan pengamatan terhadap anak tunarungu, peneliti memperoleh hasil pengamatan ketika siswa berada didalam kelas. Peneliti melihat bahwa Yogi ketika mengikuti pelajaran yang berkaitan dengan mata pelajaran yang bersifat verbal, ia terlihat kurang begitu memahami apa yang diterangkan oleh gurunya walaupun seperti itu ia tetap memperhatiakan apa yang diterangakn oleh gurunya. Akan tetapi sebaliknya, apabila ia dihadapkan dengan pelajaran matematika dan olah raga yaitu mata pelajaran yang sifatnya non verbal, ia sangat bersemangat sekali. Bahkan ia sangat serius dalam mengikuti pelajaran matematika dan olahraga. Bahkan Ia sangat senang dan telaten dalam mengerjakan soal matematika.

2. Siswa Ketika Waktu Istirahat

Setelah melakukan pengamatan terhadap anak tunarungu, peneliti memperoleh hasil pengamatan di sekolah ketika diluar kelas pada waktu istirahat. Bahwa anak tunarungu itu sama sekali tidak terlihat seperti Anak Berkebutuhan Khusus lainnya. Ketika waktu istirahat ia bermain, berlari, duduk dan ketika sedang jajan ia terlihat seperti anak yang normal biasa. Iapun mampu bersosialisasi dengan baik kepada teman-temannya yang lain. Akan tetapi, ketunarunguannya itu akan terlihat ketika ia berbicara dengan temannya tidak seperti anak-anak normal lain yang berbicara dengan lancar dan menggunakan mulut namun berbeda dengan anak tunarungu yang berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat walaupun dengan demikian teman-teman yang lain mampu memahami apa yang dia bicarakan, hal ini mungkin terjadi karena sudah terbiasa bergaul dengan dia.

3. Siswa Ketika Di Rumah

Setelah melakukan penelitian terhadap anak tunarungu, peneliti memperoleh hasil pengamatan. Bahwa Yogi merupakan anak berkebutuhan khusus tetapi tidak jauh berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Ketika dirumah, ia bermain dan bergaul dengan teman-teman sebayanya tanpa ada rasa minder. Kegiatan yang paling disukai dan disenangi oleh Yogi ketika di rumah adalah bermain sepak bola bersama dengan teman-temannya. Sama seperti anak-anak normal lainnya, bermain sepak bola dengan teman-teman normal lainnya dan bergabung dalam SSB (Sekolah Sepak Bola) di Pekalongan yaitu sejenis sekolah bakat dalam bidang sepak bola.

Setelah dilakukan pengamatan selama 3 hari peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat kecocokan antara teori karakteristik anak tunarungu ang telah peneliti kaji dalam pembahasan Bab 2 dengan realita atau kentataan yang terjadi pada anak tunarungu yang menjadi objek dalam penelitian, seperti anak tunarungu mengalami kesulitan dalam mata pelajaran yang sifatnya verbal, namun da beberapa karakteristik yang tidak cocok anatara teori dengan realita seperti teori yang menyatakan bahwa anak tunarungu cenderung antisosial daripada anak-anak normal lainnya, namun ini tidak ditemukan dalam karakteristik anak yang peneliti kaji, dia dapat bersosialisasi dengan baik kepada teman-temannya di sekolah maupun di rumah bahkan untuk lingkungan yang barupun dia mampu bersosialisasi dengan baik, hal ini terjadi mungkin tergantung juga dari karakter yang dimiliki masing-masing anak tunarungu dan dukungan dan kasih sayang serta rasa menerima dari lingkungan sekitar yang mungkin dapat menambah kepercayaan diri bagi anak tunarungu.

d. Hasil Quesioner

Nama : Yogi Sugiarto

Kelas : 6

Sekolah : SDLB Bendan

Pertanyaan:

1. Hobi atau kebiasaan apa yang sering Yogi lakukan dirumah?

Jawab : Bermain sepak bola

2. Cita-cita Yogi itu ingin menjadi apa?

Jawab : Pemain sepak bola dan polisi

3. Mata pelajaran apa yang Yogi sukai di sekolah?

Jawab : Matematika dan olah raga

4. Mata pelajran apa yang Yogi tidak sukai di sekolah?

Jawab : IPA

5. Dengan siapa Yogi belajar di rumah?

Jawab : Mama

Mengingat objek yang peneliti teliti adalah anak tunarungu maka peneliti hanya menanyakan beberapa soal saja kepadanya.

BAB V

PENUTUP

a. Kesimpulan

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga dia mengalami hambatan dalam perkembangan bicara dan bahasanya. Ketunarunguan pada anak anak disebabkan oleh banyak faktor baik itu saat anak didalam kandungan, saat proses kelahiran maupun setelah anak lahir. Karakteristik anak tunarungu juga sangat beraneka ragam ini semua tergantung pada lingkungan sekitar dan kemuan dalam diri anak tersebut untuk tetap bertahan dalam segala kekurangan yang dimilikinya.

Anak tunarungu pada umumnya menggunakan komunikasi non verbal dalam berkomunikasi sehari-hari dalam lingkungan sosialnya. Komunikasi non verbal yang biasa digunakan anak tunarungu adalah bahasa tubuh. Bahasa tubuh yang sering digunakan seperti isyarat tangan, gerak kepala dan tatapan muka.

Ketunarunguan dapat menghambat interaksi anak dalam hal pendidikan, secara umum kemampuan akademik anak tunarungu lebih rendah dibandingkan dengan anak normal lainnya. Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya. Keterbatasan ini pula yng menyebabkan terhambatnya kominukasi dengan orang-orang disekitarnya, namun dengan kekurangan yang mereka miliki tidak lantas menjadikannya minder dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya dirumah maupun di sekolah, hal ini terjadi mungkin dikarenakan ada rasa saling menerima dan keterbukaan terhadap anak-anak tersebut yang menjadikannya tetap percaya diri dalam bersosialisasi, dukungan keluarga dan orang-orang disekitar mereka sangat menentukan perkembangan sosial-emosional dan kepribadian mereka.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hasil pembahasan diatas, bahwa terdapat kecocokan antara beberapa teori mengenai tunarungu yang telah peneliti kaji pada bab analisis teori dengan kenyataan yang terjadi pada objek penelitian peneliti, hal ini terlihat jelas pada bidang akademik, mereka lebih memahami mata pelajaran yang bersifat non verbal dari pada mata pelajran yang bersifat verbal. Namun ada beberapa teori yang kurang cocok dengan realita atau kenyataan pada objek penelitian peneliti yaitu paa aspek sosial, mereka cenderung sama seperti anak-anak normal lainnya yang mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, hal ini mungkin terjadi karena lingkungan sosial yang mereka jumpai selama ini mendukung dan mampu menerima kekurangan yang mereka miliki serta dukungan dan kasih sayang dari orang tua yang membuat mereka merasa tidak di acuhkan dan tidak berbeda dengan yang lain.

b. Saran

1. Untuk pihak sekolah tertama untuk bapak Mustijo, selaku wali kelas dari anak-anak tunarungu:

• Diharapkan sebagai wali kelas lebih sabar dalam mendidik dan lebih memperhatikan setiap perkembangan kemampuan bicara pada anak-anak didiknya, karena anak-anak tunarungu harus dilatih secara terus-menerus setidaknya ada kemungkinan untuk bisa mengucapakan kata dalm bahasa Indonesia dengan lebih baik agar orang yang berbicara dengan anak-anak tunarungu setidaknya lebih bisa memahami karena seperti yang kita tahu bahwa komunikasi itu menjadi hal yang sangat urgen dalam kehidupan sosial. Hal ini mungkin bisa bapak Mustijo lakukan dengan memberikan pelayanan bina bicara kepadak anak-anak dengan lebih baik lagi.

• Diharapkan seorang pendidik mampu melihat bakat-bakat terpendam yang dimilki oleh anak didiknya agar dapat dikembangkan secara optimal. Jadi selain memiliki kekurangan anak didik tersebut juga memiliki kelebihan yang mampu menutupi kekurangannya tersebut.

• Selalu memberikan motivasi untuk anak-anak didiknya agar mereka tetap merasa tidak berbeda dengan yang lain dan mampu bersosialisasi dengan baik.

2. Untuk ibunda Yogi Sugiarto:

• Agar Yogi dapat mengmebangkan bicara dan bahasanya dengan baik, seperti yang telah dikatakan bapak Mustijo harus ada kerjasama antara orang tua dan sekolah. Dalam arti bahwa ketika sekolah mengajarkan anak untuk berbicara menggunakan bahasa Indonesia, diharapkan keluarga dirumah juga menggunakan bahasa Indonesia agar ada sinkronisasi bahasa yang digunakan dirumah maupun di sekolah.

• Seperti yang pernah ibu katakan bahwa terkadang ibu maupun Yogi tidak saling memahami apa yang diinginkan masing-masing pihak, yang berakhir pada kekesalan sendiri dan meluapkannya dalam kemarahan. Saran saya, mungkin untuk menghindari kesalah paham dalam berkomunikasi alangkah baiknya mencoba metode baru yaitu metode surat menyurat (Komunikasi dalam bentuk tulisan), jadi Yogi menuliskan apa yang diinginkan Yogi dan ibu juga menuliskan apa yang diinginkan ibu dari Yogi.

• Selalu memberikan perhatian dan motivasi kepada Yogi agar tetap percaya diri dengan segala kekurangan yang dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Nur. Menggali Potensi yang Terpendam. Yayasan UPKMT / SLB PRI Pekalongan.

Delphie, Bandie. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (Dalam Setting Pendidikan Inklusi). Bandung: PT. Refika Aditama.

Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan . Jakarta : PT Bumi Aksara.

Kartono, Kartini . 1990. Pengamatan Metodologi Research Sosial. Bandung: Mundur maju.

Mustofa, Bisri. 2007. Tuntunan Karya Ilmiyah. Yogyakarta: Panji Pustaka.

Nasution, S. 2006. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/ di akses pada tanggal 1 November 2012.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2137016-ciri-ciri-tuna-rungu/#ixzz29KIPIhR0 di akses pada tanggal 1 November 2012.

http://sitinurisneni.blogspot.com/2010/03/karakteristik-dan-masalah-perkembangan.html diakses pada tanggal 1 November 2012.

http://beautycha.blogspot.com/2012/01/jurnal-psikolinguistik-anak-tunarungu.htmlTemplateEthereal. diakses pada tanggal 1 November 2012.

[1] Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 56-57

[2] Ibid, hlm. 59-61.

[3] Ibib, hlm.58.

[4] Ibid, hlm. 63-64.

[5] http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/ di akses pada tanggal 1 November 2012.

[6] Nur Agustina, Menggali Potensi yang Terpendam, Yayasan UPKMT / SLB PRI Pekalongan.

[7] http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2137016-ciri-ciri-tuna-rungu/#ixzz29KIPIhR0 di akses pada tanggal 1 November 2012.

[8] http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/ di akses pada tanggal 1 November 2012.

[9] Nur Agustina, Menggali Potensi yang Terpendam, Yayasan UPKMT / SLB PRI Pekalongan.

[10] Bandie Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (Dalam Setting Pendidikan Inklusi), (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hlm. 103.

[11] Op.cit.,hlm.75-79.

[12]http://sitinurisneni.blogspot.com/2010/03/karakteristik-dan-masalah-perkembangan.html diakses pada tanggal 1 November 2012.

[13] Op.cit.,hlm.82-84.

[14] Kopoken dalam bahasa orang Jawa.

[15] Op.cit.,hlm.64-69.

[16] http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/ di akses pada tanggal 1 November 2012.

[17] Op.cit.,hlm.69-71.

[18]http://beautycha.blogspot.com/2012/01/jurnal-psikolinguistik-anak-tunarungu.htmlTemplateEthereal. diakses pada tanggal 1 November 2012.

[19] S.Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),hlm.113.

[20]Bisri Mustofa, Tuntunan Karya Ilmiyah, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), hlm.56.

[21] Kartini Kartono, Pengamatan Metodologi Research Sosial, (bandung: Mundur maju, 1990), h.217.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Komunitas Blogger Pekalongan

Hasan Ali Sobat sedang membaca artikel tentang Makalah Psikologi Perkembangan. Karena Adminnya Baik hati dan tidak sombong, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

:: Get this widget ! ::

0 Comments
Tweets

0 comments:

Next Prev Home