LAPORAN
HASIL PENELITIAN PADA ANAK TUNARUNGU
(Studi Kasus ABK SDLB Bendan) BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam susunan panca indra manusia, telinga sebagai indra
pendengaran merupakan organ untuk melengkapi informasi yang diperoleh melalui
penglihatan. Oleh karena itu kehilangan sebagian atau keselutuhan kemampuan
mendengar berarti kehilangan kemampuan untuk menyimak peristiwa secara utuh
disekitarnya. Akibatnya, semua peristiwa yang terekam oleh penglihatan anak
tunarungu tampak seperti secara tiba-tiba tanpa dapat memahami gejala awalnya.
Secara umum anak dikatakan tunarungu apabila anak mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan
atau tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengaran sehingga dia
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicaranya.
Secara fisik anak tunarungu tidak berbeda dengan anak-anak
noramal pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang
ketunarunguan pada saat berbicara, mereka berbicara dengan tanpa suara atau
dengan suara yang tidak jelas artkulasinya, atau tidak berbicara sama sekali hanya
menggunakan bahasa isyarat.
Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu mengakibatkan
terhambatnya perkembangan anak, sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada
perkembangan intelegensinya, dalam perkembangan komunikasi verbal atau lisan
baik itu berbicara maupun memahami pembicaraan orang lain, perkembangan emosi
dan ssosial anak maupun kepribadiannya.
Hambatan pada komunikasi tersebut, juga berakibat pada
hambatan dalam proses pembelajaran anak tunarungu. Pada anak-anak yang mampu
mendengar, mereka dapat menghubungkan pengalaman dan lambang bahasa melalui
pendengaran. Sedangkan pada anak tunarungu tidak. Ini disebabkan karena tidak
berfungsinya alat pendengaran secara maksimal. Anak tunarungu akan mengutamakan
indra penglihatannya dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya dibandingkan
dengan indra pendengarnnya. Atas dasar itulah diharapkan layanan pendidikan
yang relevan dengan karakteristik anak tunarungu diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan diri dan menimbulkan motivasi untuk lebih berprestasi di sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian Anak Tunarungu
Sistem pendengaran manusia secara anatomis terdiri dari 3
bagian penting yaitu:
1. Struktur telinga bagian luar, yang meliputi liang telinga
yang memiliki panjang kurang lebih 2,5 cm dan daun telinga (auricula).
2. Struktur telinga bagian tengah,yang meliputi gendang
pendengaran (eardrum), tulang pendengaran (malleus, incus, stapes), rongga
telinga tengah (cavum typany) dan serambi (vestibule).
3. Struktur telinga bagian dalam, yang melipuiti saluran
gelung setengah lingkaran (canalis semi circularis) serta rumah ciput
(cochlea).
Sedangkan secara fisiologis, struktur telinga manusia
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar, yang
meliputi organ telinga yang terdapat di telinga bagian luar, telinga bagian
tengah dan sebagian telinga bagian dalam.
2. Organ telinga yang berfungsi sebagai penerima, yang
meliputi sebagian telinga bagian dalam, saraf pendengaran (auditory nerve) dan
sebagian dari otak yang mengatur persepsi bunyi.
Proses pendengaran dikategorikan normal, apabila sumber
bunyi di dekat telinga yang memencarkan getaran-getaran suara danmenyebar ke
sembarang arah dapat tertangkap dan masuk ke dalam telinga sehingga membuat
gendang pendengaran menjadi bergetar.
Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau
lebih organ telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ bagian
dalam mengalami gangguan atau kerusakan yang disebabkan oleh penyakit,
kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak
dapatmenjalankan fungsinya dengan baik, maka keadaan tersebut dikenal dengan
berkelainan pendengaran atau tunarungu. Anak yang berada dalam keadaan kelainan
pendengaran seperti itu disebut anak berkelainan pendengaran atau anak
tunarungu.[1]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Anak tunarungu adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran
sehingga dia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Kehilangan
pendengaran pada anak tunarungu mengakibatkan terhambatnya perkembangan anak,
sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada perkembangan intelegensi, bicara,
emosi dan sosial anak maupun pada kepribadiannya.
b. Klasifikasi Anak Tunarungu
a. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengarannya, anak
tunarungu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30
dB (Slight Losses)
Ciri-ciri anak tunarungu yang kehilangan pendengaran pada
rentan tersebut, antara lain:
• Kemampuan mendengar masih baik, karena berada digaris
batas antara pendengaran normal dan kekeurangan pendengaran taraf ringan.
• Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat
mengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduk harus diperhatikan, terutama
harus dekat dengan guru.
• Dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui
pendengarannya.
• Perlu diperhatikan perbeb\ndaharaan bahasanya supaya
perkembangan bicara dan bahasanya tidak terhambat.
• Disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar
untuk meningkatkan ketajaman daya pendengrannya.
Untuk kepentingan pendidikan pada anak tunarungu kelompok
ini cukup hanya memerlukan latihan membaca bibir untuk pemahaman percakapan.
b. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40
dB (Mild Losses)
Ciri-ciri anak tunarungu yang kehilangan pendengaran pada
rentan tersebut, antara lain:
• Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat.
• Tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hati.
• Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.
• Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicarannya
jika berada pada posisi tidak searah dari pandangannya (berhadapan).
• Untuk menghindari kesulitan bicara perlu mendapat
bimbingan yang baik dan intensif.
• Ada kemungkinan mengikuti sekolah biasa, namun untuk
kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan kedalam kelas khusus.
• Disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid)
untuk menambah ketajaman daya pendengaran.
Untuk kepentingan layanan pendidikan anak tunarungu kelompok
ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, artikulasi, serta
latihan kosakata.
c. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60
dB (Moderate Losses)
Ciri-ciri anak kehilangan pendengran pada rentangan ini,
antara lain:
• Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat
(kira-kira 1 meter)
• Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya.
• Mengalami kelain bicra terutama pada huruf konsonan.
• Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam
percakapan.
• Perbendaharaan kosakata yang sangat terbatas.
Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok
ini meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, serta
perlu menggunkan alat bantu dengar untuk membantu ketajaman pendengarannya.
d. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75
dB (Severe Losses)
Ciri-ciri anak yang kehilangan pendengaran pada rentangan
ini, antara lain:
• Kesulitan membedakan suara.
• Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda di sekitarnya
memiliki getaran suara.
Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok
ini adaalah latihan pendengaran secara intensif, membaca bibir, latihan
pembentukan kosakata.
e. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB
ke atas (Profoundly Losses)
Ciri-ciri anak tunarungu pada rentangan ini adalah ia hanya
dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi (2,54 cm) atau
sama sekali tidak mendengar.
Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu pada
kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi,
latihan membentuk dan membaca ujaran dengan metode-metode pengajaran yang
khusus, seperti tactile kinestetic, visualisasi yang dibantu dengan segenap
kemampuan indranya yang tersisa.[2]
b. Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, anak tunarungu
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tunarungu prabahasa (Prelingual Deafness)
Tuanrungu prabahasa terjadi ketika anak yang lahir dengan
kelainan pendengaran atau kehilangan pendengrannya pada masa kanak-kanak
sebelum bahasa dan bicaranya terbentuk.
Jenjang ketunarunguan yang dibawa sejak lahir, atau
diperoleh pada masa kanak-kanak sebelum bahasa dan ada bicaranya terbentuk ada
kecenderungan termasuk dalam kategori tunarungu berat.
b. Tunarungu pasca bahasa (Post Lingual Deafness)
Tunarungu pasca bahasa terjadi ketika anak sudah mulai
memahami suatu percakapan.
Jenjang ketunarunguan yang diperoleh setelah anak memahami
percakapan atau bahasa dan bicaranya sudah terbentuk, ada kecenderungan
termasuk dalam kategori sedang atau ringan.[3]
c. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara antomis,
anak tunarungu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tunarungu tipe konduktif
Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa
organ yang berfungsi sebagai penghantar suara ditelinga bagian luar, seperti
liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran (malleus, incus
dan stapes) yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding-dinding labirin
mengalami gangguan.
Ada beberapa kondisi yang menghalangi masuknya getaran suara
atau bunyi ke organ yang berfungsi sebagai penghantar, misalnya:
• Tersumbatnya liang telinga oleh kotoran telinga (cerumen)
atau kemasukan benda-benda asing lainnya.
• Mengeras, pecah, berlubang (perforasi) pada selaput
gendang telinga dan ketiga tulang pendengaran (malleus, incus dan stapes).
Gangguan pendengran yang terjadi pada organ-organ penghantar
suara ini antara rentang 60-70 dB dari pemeriksaan audimeter.
b. Tunarungu tipe perseptif
Ketunarunguan tipe perseptif disebabkan terganggunya
organ-organ pendengaran yang terdapat di belahan telinga bagian dalam yang
berfungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara yang dihantarkan oleh
organ-organ pendengran di belahan telinga bagian luar dan tengah.
Ketunarunguan perseptif ini terjadi jika getaran suara yang
diterima oleh telinga bagian dalam yang berfungsi untuk mengubah rangsang
mekanis menjadi rangsang elektris tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran
otak.
c. Tunarungu tipe campuran
Ketunarunguan tipe campuran ini terjadi ketika rangkaian
organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan
suara mengalami gangguan.[4]
c. Karakteristik Anak Tunarungu
1. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik
Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa
mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata
pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang
bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.
2. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional
adalah sebagai berikut:
a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai
akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.
b. Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang
ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan
perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih
terpusat pada “aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.
c. Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar,
yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.
d. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia
sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
e. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam
keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
f. Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat
seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan
perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang
lain. [5]
g. Memiliki rasa cemburu dan salah sangka karena merasa diperlakukan
tidak adil.
h. Suka menafsirkan sesuatu negatif atau salah dalam hal
pengertiannya.[6]
3. Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik, antara
lain:
a. Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ
keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam terganggu).
b. Gerak matanya lebih cepat.
c. Gerakan tangan kakinya cepat atau lincah.
d. Pernafasannya pendek dan agak teganggu.[7]
4. Karakteristik anak tunarungu dari segi kesehatan
Dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal
lainnya[8]
5. Karakteristik anak tunarungu dari segi kepribadiannya,
sebagai berikut:
a. Anak tunarungu yang tidak berpendidikan cenderung murung,
penuh curiga, kejam, tidak simpatik, tidak percaya, cemburu, tidak wajar,
egois, ingin membalas dendam, dsb.
b. Lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan dapat
berpengaruh terhadap ketidak mampuan dalam penyesuaian mental dan emosi.
c. Anak tunarungu menunjukkan kondisi yang lebih neurotik,
mengalami ketidak amanan dan berkepribadian tertutup (Introvet).[9]
d. Masalah Perkembangan Anak Tunarungu
a. Perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan
ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu
tidak mampu mendengar dengan baik.
Ada dua hal penting yang menjadi ciri khas hambatan anak
tunarungu dalam aspek kebahasaan. Pertama, konsekuensi akibat kelainaan
pendengaran (tunarungu) berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam
rangsang bunyi atau peristiwa bunyi yang dad disekitar. Kedua, penderita akan
mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada
disekitarnya. Kemunculan kedua kondisi tersebut pada anak tunarungu, secara
langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran perkembangan bahasa dan
bicaranya.
Ciri-ciri umum hambatan perkembangan bahasa dan bicara
antara lain sebagai berikut :
a. Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajran di
kelas.
b. Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk
berganti posisi telinga terhadap sumber bunyi, seringkali ia meminta
pengulanagn penjelasan guru saat di kelas.
c. Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petujuk secra lisan.
d. Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka
mendapatkan kesulitan secara oral dan dimungkinkan kerena hambatan
pendengarannya.
e. Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau intruksi
saat di kelas.
f. Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara.
g. Perkembangan intelektual peserta didik tunarungu wicara
terganggu.
h. Mempunyai akademik yang rendah khususnya dalam hal
membaca. [10]
Terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu
merupakan masalah utama, karena kita tahu bahwa perkembangan bahasa dan bicara
bagi manusia mempunyai peranan yang penting. Problem-problem yang dihadapi oleh
anak tunarungu dari aspek kebahasaan adalah miskin kosakata (perbendaharaan
kata atau bahasa terbatas), sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung
arti kiasan atau sindiran, kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak
seperti kata Tuhan, pandai, mustahil dan lain-lain, kesulitan menguasai irama
dan gaya bahasa.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak tunarungu
mengalami gangguan kemampuan bicara ;
1. Anak tunarungu menglami kesukaran dalam penyesuaian
volume suara.
2. Anak tunarungu memiliki kualitas suara yang monoton.
3. Anak tunarungu kesulitan dalam melakukan artikulasi
bicara secara tepat.
Dengan melihat keterbatasan kemampuan anak tunarungu dari
aspek kemampuan bahasa dan bicara, maka sejak awal masuk sekolah pengembangan
kemampuan bahasa dan bicara menjadi skala prioritas program pendidikannya.
Pendidikan yang lazim digunakn untuk mengembangkan bahasa dan bicara anak
tunarungu yaitu oral dan isyarat. [11]
b. Perkembangan Kongnitif Anak Tunarungu
Pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial
sama dengan anak normal tapi di pengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya,
keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Dan mengakibatkan
penghambat proses pencapaian yang lebih luas. Kerendahan tingkat intelegensi
anak tunarungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya yang rendah melainkan
secara umum karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang
tidak semua aspek intelegensi terhambat, aspek intelegensi yang terhambat
perkembanganya ialah bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian hubungan,
menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian. [12]
c. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu
Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan sering
kali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negative atau salah
dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat
menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri,
bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan keimbangan dan keragu- raguan
emosi anak tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena kemiskinan bahasanya
dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Anak tunarungu
bila di tegur oleh orang yang tidak di kenalnya akan tampak resah dan gelisah.
d. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu
Anak tunarungu memiliki kelainan dalam segi fisik biasanya
akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyusuaian diri terhadap lingkungan.
Anak tunarungu banyak di hinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang
beraneka ragam komunikasinya, anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik,
kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang
bermacam- macam.kesulitan bahasa tidak dapat di hindari untuk anak tunarungu,
namun tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam bicara.
e. Perkembangan Prilaku Anak Tunarungu
Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu,
yaitu ketidakmampuan menerima ransangan pendengaran, kemiskinan berbahasa,
ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan intelegensi di hubungkan denagn sikap
lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.
Beberapa sifat kepribadian anak tunarungu yang berbeda
dengan anak normal adalah :
1. Anak tunarungu lebih egosentris.
2. Anak tunarungu lebih tergantung pada orang lain dan
apa-apa yang sudah dikenal.
3. Perhatian anak tunarungu lebih sukar dialihkan.
4. Anak tunarungu lebih memerhatikan yang konkret.
5. Anak tunarungu lebih miskin dalam fantasi.
6. Anak tunarungu umumnya mempunyai sifat polos, sederhana,
tanpa banyak masalah.
7. Perasaan ank tunarungu cenderung dalam ekstrem tanpa
banyak nuansa.
8. Anak tunarungu lebih mudah marah dan lekas tersinggung.
9. Anak tunarungu kurang mempunyai konsep tentang hubungan.
10. Anak tunarungu mempunyai perasaan takut akan hidup yang
lebih besar. [13]
f. Penyebab Terjadinya Tunarungu
Kondisi kerunarunguan yang dialami anak, dihubungkan dengan
kurun waktu terjadinya, yaitu :
1. Ketunarunguan sebelum lahir (pranatal)
Yaitu ketunarunguan yang terjadi ketika anak masih dalam
kandungan ibunya.
Ada beberapa kondisi yang mnenyebabkan ketunarunguan yang
terjadi pada saat anak masih dalam kandungan, antara lain :
a. Hereditas atau keturunan
Banyak informasi yang mengindikasikan terjadinya keadaan
genetis yang berbeda mengarah terjadinya sebuah ketunarunguan. Perpindahan
sifat ini cenderung pada gen-gen yang dominan, gen-gen represif, atau jenis
kelamin yang berhubungan dengan gen-gen itu. Faktor ini erat hubungannya dengan
anggota keluarga terutama ayah dan ibu. Anak yang mengalami ketunarunguan karena
diantara anggota keluarganya ada yang mengalami ketunarunguan.menirut estimasi
Moores (1982) persentase anak yang mengalami ketunarunguan jenis ini sekitar
30%-60%. Ketunarunguan jenis ini sering disebut dengan tunarungu genetis.
b. Maternal rubella
Maternal rubella yang dikenal sebagai penyakit cacar air
Jerman, atau campak. Virus penyakit tersebut berbahaya jika menyerang seorang
wanita hamil ketika tiga bulan pertama waktu kehamilan sebab dapat mempengaruhi
atau berakibat buruk terhadap anak atau bayi yang dikandungnya. Hardy (1963)
melaporkan bahwa dari 199 anak yang ibunya didiagnosis telah terjangkit virus
rubella, yaitu 50% kerusakan berhubungan dengan faktor pendengaran, 20%
kerusakan berhubungan dengan mata dan 30% selebihnya berhubungan dengan
penyakit jantung. Sedangkan pada catatan Hicks (1970), Dwons (1978) menyebutkan
bahwa 8.000-20.000 anak yang dijangkiti oleh epidemi rubella pada tahun
1958-1964 menyebabkan ketunarunguan, terutama tunarungu jenis perseptif, karen
akerusakan terjadi pada cochlea.
c. Pemakaian antibiotik overdosis
Ada beberapa obat-obatan antibiotik yang jika diberiakan
dalm jumlah besar akan mengakibatkan ketunarunguan atau kecacatan lain pada
anak. Misalnya saja, seoarng wanita yang mencoba menggugurkan kandungannya dengan
meminum tablet-tablet antibiotik, seperti kinine, aspirin dan lainnya dengan
jumlah yang overdosis. Akan tetapi, niatan menggugurkan kandungannya mengalami
kegagalan, akibatnya timbul keracunan pada bayi yang dikandungnya. Obat-obatan
antibiotik lainnya yang besar pengaruhnya terhadap gangguan pendengaran atau
ketunarunguan pada anak semasa dalam kandungan adalah dihydrostreptomycin,
neomicin, kanamicin dan streptomycin. Pengaruh buruk obat tersebut dapat
menimbulkan tunarungu sensoneural (tunarungu saraf)
d. Toxoemia
Ketika sang ibu sedang mengandung, karena sebab tertentu
sang ibu menderita keracunan pada darahnya (toxoemia). Kondisi ini dapat
berpengaruh pada rusaknya placenta atau janin yang dikandungnya, akibatnya ada
kemungkinan sesudah bayi itu lahir akan menderita tunarungu.
2. Ketunarunguan saat lahir (neonatal)
Yaitu ketunarunguan yang terjadi saat anak dilahirkan.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan pada
saat anak dilahirkan, yaitu :
a. Lahir prematur
Prematur adalah proses lahir bayi yang terlalu dini sehingga
badannya atau panjang badannya relatif sering dibawah normal, dan
jaringan-jaringan tubuhnya sangat lemah, akibatnya anak lebih mudah terkena
anoxia (kekurangan oksigen) yang berpengaruh pada kerusakan inti cochlea
(cochlear nuclei) yang dapat menyebabkkan ketunarunguan.
b. Rhesus factors
Ketunarunguan yang dialami oleh anak-anak yang dilahirkan
bisa jadi karena ketidakcocokan antara rhesus ibu dengan rhesus anak yang
dikandung. Ketidakcocokan rhesus tersebut jika seorang perempuan yang mempunyai
rhesus negatif menikah dengan laki-laki yang mempunyai rhesus positif maka ada
kemungkinan anak yang dikandung mempunyai rhesus positif, seperti yang dimiliki
ayahnya, yang tidak seperti ibunya. Akhirnya, sel-sel darah merah yang
seharusnya membentuk antibodi, justru akan merusak sel-sel darah merah anak,
dan anak mengalami kekurangan sel darah merah (anemia), menderita sakit kuning
(jaundice). Ketika anak tersebut lahir akan menderita ketunarunguan.
c. Tang verlossing
Adakalanya bayi yang dikandung tidak dapat lahir secara
wajar, artinya untuk mengeluarkan bayi tersebut drai kandungan memerlukan
bantuan atau pertolongan alat. Untuk mengatasi kondisi yang demikian, biasanya
dokter menggunakan tang dalam membantu bayi lahir. Lahir cara ini memang dapat
berhasil, tetapi tidak jarang mengalami kegagalan. Resiko lahir cara ini jika
jepitan tang menyebabkan kerusakan yang fatal pada susunan saraf pendengaran,
akibatnya ada kemungkinan anak mengalami ketunarunguan.
3. Ketunarunguan setelah lahir (posnatal)
Yaitu ketunarunguan yang terjadi setelah anak dilahirkan
oleh ibunya.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang
terjadi setelah dilahirkan, antara lain :
a. Penyakit meningitis cerebralis
Meningitis cerebralis adalah peradangan yang terjadi pada
selaput otak. Terjadinya ketunarunguan ini karena pusat susunan saraf
pendengaran mengalami kelainan akibat dari peradangan tersebut. Jenis
ketunarunguan akibat peradangan pada selaput otak ini biasanya termasuk dalam
jenis ketunarunguan perseptif. Oleh karena itu, untuk menghindari peradangan yang
fatal harus berhati-hati dalam menjaga bagian-bagian yang vital di daerah
kepala, agar tidak mengalami kecelakaan, seperti jatuh, atau terkena benturan
benda-benda yang keras, yang akan berakibat fatal.
b. Infeksi
Ada kemungkinan sesudah anak dilahirkan kemudian terserang
penyakit campak (maesles), stuip, thypus, influenza dan lain-lain. Keberadaan
nak yang terkena infeksi akut akan menyebabkan anak mengalami tunarungu
perspektif karena virus-virus akan menyerang bagian-bagian penting dalam rumah
siput (cochlea) sehingga mengakibatkan peradangan.
c. Otitis media kronis
Keadaan ini menunjukkan adanya cairan otitis media [14] yang
berwarna kekuning-kuningan tertimbun didalam telinga bagian tengah. Jika
keadaan ini sudah kronis atau tidak terobati dapat menimbulkan gangguan
pendengaran, karena hantaran suara yang melalui telinga bagian tengah
terganggu. [15]
Sedangkan penyebab tunarungu berdasarkan letak gangguan
ketunarunguan secara anatomis, dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
1. Penyebab Tunarungu Tipe Konduktif:
Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada telinga luar yang
dapat disebabkan antara lain oleh:
• Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (atresia
meatus akustikus externus)
• Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis
externa).
2. Penyebab Tunarungu Tipe perseptif:
Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada telinga tengah,
yang dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:
• Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada
telinga seperti karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan sebagainya.
• Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis
media).
• Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada
kaki tulang stapes.
• Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium atau zat
kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.
• Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak
terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.
• Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada
nasopharynx.
3. Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Campuran:
a. Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan),
b. Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:
• Rubena (Campak Jerman).
• Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak.
• Meningitis (radang selaput otak ).
• Trauma akustik. [16]
g. Pencegahan Terjadinya Tunarungu
Untuk meminimalkan insiden ketunarunguan pada anak-anak,
upaya-upaya yang bersifat preventif akan lebih baik. Menurut kurun waktunya,
upaya-upaya pencegahan dapat dilaksanakan sebagai berikut :
1. Masa persiapan
Yaitu masa sebelum insan melakukan perkawinan.
Pada masa ini ada beberapa hal yang perlu diperhatiakan,
diantaranya :
• Kedua calon suami istri hendaknya memeriksakan kesehatan
dirinya.
• Melakukan konseling genetika.
• Senantiasa menjaga diri agar terhindar dari
penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan kelainan pada dirinya,
terutama yang bersifat hereditif.
• Menghindari diri agar tidak terkena infeksi yang sangat
membahayakan.
• Menghindari pernikahan sedarah atau dengan saudara dekat.
2. Masa prenatal
Yaitu masa ketika bayi masih berada dalam kandungan ibunya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa prenatal ini
adalah sebagai berikut :
• Menjaga supaya ibu yang mengandung tetap mendapat vitamin
yang cukup dan makanan yang mempunyai gizi tinggi, agar anak yang dikandungnya
dapat tumbuh berkembang dengan baik dan normal.
• Selama mengandung secara periodik ibu harus rajin
memeriksakan diri ke Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA).
• Jika terjadi kelainan-kelianan dalam kandungannya, maka
secepatnya memeriksakan diri kedokter ahli kandungan sebab jika placenta rusak
dapat mengakibatkan ketunarunguan pada anak.
• Kesehatan ibu dijaga agar tidak terjadi lahir sebelum tiba
waktunya (prematur).
• Suasana emosi ibu yang sedang mengandung harus selalu baik,
tidak selalu gelisah, tertekan, tegang atau kurang stabil sebab keadaan emosi
yang negatif kemungkinan dapat berakibat lahir yang prematur.
• Ibu yang sedang mengandung sebaiknya menghindari diri dari
pekerjaan-pekerjaan berat karena hal ini dapat menyebabkan letak kandungan
tidak normal.
• Selama ibu mengandung sebaiknya tidak meminum obat-obat
antibiotik ynag dapat membahayakan kandungan.
• Menjaga agar ibu selama mengandung tidak terserang
penyakit seperti influenza, meales, syphilis, batuk rejan dan lain-lain.
• Menjaga diri supaya tidak terjadi keracunan darah yang
dapat merusak jaringan organ pendengarn.
• Melakukan imunisasi tetanus.
3. Masa natal
Yaitu masa bayi dalam proses lahir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa natal ini antara
lain adalah :
• Sebisa mungkin dalam proses kelahiran dihindarkan pada
penggunaan tang (forceps), karena lahir dengan bantuan tang terdapat
kemungkinan dapat merusak saraf pendengaran.
• Dalam proses lahir sebaiknya selalu dalm pengawasan
dokter, sehingga jika terjadi kelainan dan kesukaran dalam melahirkan, secara
cepat dapat diberikan pertolongan, menghindari kelainan yang dapat
mengakibatkan ketunarunguan.
• Ibu yang melahirkan sebaiknya mematuhi petunjuk dokter
supaya supaya tidak terjadi kesukaran dalam proses lahir yang sering juga
mengakibatkan anoxia.
• Apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada
daerah vaginaynya, maka kelahiran harus melalui operasi caesar.
4. Masa postnatal
Yaitu masa setelah bayi dilahirkan.
Hal yang perlu diperhatikan pada masa setelah bayi
dilahirkan antara lain sebagai berikut:
• Penjagaan kesehatan, kebersihan dan keamanan pada masa
bayi dan kanak-kanak adalah masa yang sangat penting untuk mencegah timbulnya
infeksi pada irgan pendengaran dan rongga mulut.
• Pada waktu anak sakit temperaturanya dijaga agar tidak
terus meninggi, sebab hal ini dapat mengakibatkan kelemahan pada saraf dengar.
• Mengadakan pengawasan terhadap makanan anak, agar
terhindar dari keracunan darah yang dapat merusak atau menghambat
pertumbuhannya.
• Mengadakan pengawasan agar anak tidak bermain dengan
permainan yang dapat membahayakan kondisi dirinya, yang dapat merusak fungsi
organ pendengarannya [17]
• Melakukan imunisasi dasar dan imunisasi rubela.
h. Pelayanan Pendidikan pada Anak Tunarungu
Pelayanan pendidikan anak tunarungu untuk mengembangkan
kemampuannya dalam berbicara dan bahasa dengan menggunakan layanan bina bicara
yang memiliki tiga tujuan, yaitu :
1. Dibidang pengetahuan, agar anak memiliki pengetahuan
tentang:
a. Cara mengucapkan seluruh bunyi bahasa Indonesia
b. Cara mengucapkan kata, kelompok kata dan kalimat Bahasa
Indonesia
c. Mengevaluasi bicaranya sendiri, berdasarkan pengamatan
visual, auditif, dan kinestetik
d. Mengendalikan alat ucapnya untuk peningkatan kualitas
bicara
e. Pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat.
2. Dibidang keterampilan, agar anak terampil:
a. Mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia
b. mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat bahasa
Indonesia
c. Mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan
visual, auditif, dan kinestetik
d. Mengendalikan alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan
mutu bicaranya
e. Menggunakan kata-kata, kelompok kata, dan kalimat sesuai
dengan gagasan dan
tata bahasa ayang baik dan benar
3. Di bidang sikap, agar anak memiliki:
a. Senang menggunakan cara bicara dalam mengadakan
komunikasi dengan orang lain
b. Senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki
kesalahan-kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuannya.
Sedangkan tujuan akhir bina bicara bagi anak tunarungu,
adalah agar ia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar untuk:
a. Berkomunikasi di masyarakat
b. Bekerja dan beritegrasi dalam kehidupan masyarakat
c. Berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
[18]
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Metode Interview
Adalah suatu bentuk komunikasi Verbal. Jadi semacam
percakapan yang bertujuan memperoleh informasi[19] Metode ini akan digunakan
untuk memperoleh informasi tentang latarbelakang dari ketunarunguan dan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan Yogi Sugiarto secara lebih mendalam. Adapun
yang akan diwawancarai ialah wali kelas dari Yogi Sugiarto dan ibunda Yogi
Sugiarto.
b. Metode Observasi
Adalah metode pengumpulan data secara sistematik melalui
pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diteliti [20] Observasi ini
akan dilakukan untuk meneliti kebiasaan dan tingkah laku maupun sosialisasi
dari Yogi Sugiarto saat didalam kelas, di luar kelas maupun di rumah.
c. Metode Quesioner
Adalah penyelidikan tentang suatu masalah yang banyak
menyangkut kepentingan umum (orang banyak) dengan jalan melihat sesuatu daftar
pertanyaan beberapa formulir, diajukan secara terrtulis kepada sejumlah subyek
untuk mendapat jawaban atau rangsangan atau tanggapan (respon) terrtulis
seperlunya. [21] Dalam hal ini peneliti memberikan Quesioner kepada Yogi
Sugiarto.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
a. Identitas
DATA ORANG TUA / WALI SISWA
1. Nama : Yogi Sugiarto
2. SD : SDLB Bendan
3. Kelas : 6
A. Identitas Orang Tua / wali
Ayah
1. Nama Ayah : Sumadyo (Alm)
2. Umur : -
3. Agama : Islam
4. Status Ayah : Kandung
5. Pendidikan Tertinggi : Perguruan Tinggi
6. Pekerjaan Pokok : Polisi
7. Alamat Tinggal :Krapyak, Gg 8 No 19 RT. 03 RW. III
Pekalongan
Ibu
1. Nama Ibu :Nani Hidayati
2. Umur : 40 tahun
3. Agama : Islam
4. Status Ibu : Kandung
5. Pendidikan Tertinggi : SMA
6. Pekarjaan Pokok : Salon
7. Alamat Tinggal :Krapyak, Gg 8 No 19 RT. 03 RW. III
Pekalongan
B. Hubungan Orang Tua dengan Anak
1. Kedua Orang Tua satu rumah : iya
2. Anak satu rumah denagn kedua oarng tua : iya
3. Anak diasuh oleh salah satu oarng tua : iya
4. Anak diasuh wali / saudara : tidak
C. Sosial Ekonomi Oarng Tua
1. Jabatan formal ayah dikantor :-
2. Jabatan formal ibu dikantor :-
3. Jabatan formal ayah diluar kantor :-
4. Jabatan informal ibu diluar kantor :-
5. Rata-rata penghasilan kedua orang tua perbulan : Tidak
menentu
D. Tanggungan dan Tanggapan Keluarga
1. Jumlah anak : 2
2. Ysb. Anak yang ke : 2
3. Persepsi orang tua terhadap anak ysb :
4. Kesulitan oarng tua terhadap anak ysb : Dalam komunikasi
5. Harapan orang tua terhadap anak ysb : Ingin menyekolahkan
anaknya
ke jenjang yang lebih tinggi dan
memenjadikannya seorang ahli
elektro.
INFORMASI PERKEMBANGAN ANAK
(Disi oleh orang tua siswa)
A. Identitas Anak :
1. Nama : Yogi Sugiarto
2. Tempat dan tanggal lahir / umur : Pekalongan, 8 September
2000
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Status anak : Kandung
6. Anak ke dari jumlah saudara : 2 dari 1 saudara
7. Nama sekolah : SDLB Bendan
8. Kelas : 6
9. Alamat : Krapyak, Gg 8 No 19 RT. 03 RW. III Pekalongan
B. Riwayat Kelahiran :
1. Perkembangan masa kehamilan : Pada masa kehamilan sering
mengalami pendarahan saat si ibu merasa kecapekan dan kaget.
2. Penyakit pada masa kehamilan :-
3. Usia kandungan : 9 bulan
4. Riwayat proses kehamilan : Waktu sebelum proses kelahiran
si bayi diketahui dalam keadaan sungsang, waktu dalam perjalanan kerumah sakit
kaki bayi sudah keluar duli sebelum sampai di rumah sakit.
5. Tempat kelahiran : Rumah sakit
6. Penolong proses kelahiran : Dokter
7. Gangguan pada saat bayi lahir : Kaki bayi keluar dulu
saat diperjalaan menuju rumah sakit. Tapi bayi dilahirkan dengan jalan normal.
8. Berat bayi : 3 kg
9. Panjang bayi : 50 cm
10. Tanda-tanda kelainan pada bayi : Tidak ada
C. Perkembangan Masa balita : Pada perkembangan masa balita
normal seperti anak-anak yang lain, namun pada usia 7 bulan bayi sering panas
saat Yogi usia merangkak kecelakaan jatuh dari gendongan dan telinga kirinya
terbentur tembok yang mengakibatkan kerusakan pada organ pendengarannya.
D. Perkembangan Fisik : Perkembangan fisik normal seperti
anak-anak pada umumnya.
E. Perkembangan Sosial : Perkembangan sosial juga sama
seperti anak-anak lainnya, dalam arti bahwa Yogi tidak pernah merasa minder
dengan kekurangan yang dia miliki dan dia dapat bersosialisasi dengan baik di
rumah maupun di sekolahan.
F. Perkembangan pendidikan :
1. Masuk TK Umur : -
2. Lama Pendidikan di TK : -
3. Kesulitan Selama di TK : -
4. Masuk SD Umur : 6 Tahun
5. Kesulitan Selama di SD : Menulis, membaca
6. Pernah tidak naik kelas : pernah
7. Pelayanan khusus yang pernah di terima anak: Beberapa
kali terapi namun belum juga berhasil selama bayi smapi usia masuk sekolah.
8. Prestasi belajar yang di capai : Mengikuti lomba lompat
jauh tingkat provinsi.
9. Mata pelajaran yang di rasa paling sulit : IPA (mata
pelajaran yang sifatnya verbal)
10. Mata pelajaran yang di rasa paling di senangi:
Matematika, olah raga.
b. Hasil Interview
1. Interview Dengan Siswa
Peneliti melakukan interview(wawancara) kepada siswa ABK
yaitu pada anak tunarungu yang bernama Yogi Sugiarto (Yogi). Hasil interview
peneliti lampirkan di laporan penelitian ini dalam bentuk Quesioner. Dari hasil
interview itu dapat peneliti simpulkan bahwa Yogi termasuk anak yang rajin
berangkat sekolah, serta jarang sekali ia tidak masuk sekolah. Tiap hari ia
berangkat sekolah diantar dan ditunggui oleh ibundanya. Yogi adalah seorang
anak yang sangat percaya diri dan tidak pernah mengeluh kepada orang tuanya
tentang keadaanya yang dialaminya sekarang ini. Yogi bercita-cita ingin menjadi
seperti ayahnya yang diidolakannya selama ini yaitu seorang Polisi, anak yang
punya hobi bermain sepak bola dan menjadi salah satu anak didik di SSB (Sekolah
Sepak Bola) di Pekalongan ini sangat menyukai pelajaran adalah matematika dan
olah raga bahkan dia pernah diikut sertakan dalam lomba lompat jauh tingkat
provinsi. Sedangkan mata pelajaran yang paling dia tidak sukai yaitu IPA. Hal
inilah yang menjadi kesulitan dalam anak-anak tunarungu berkesulitan dalam
memahami mata pelajaran yang bersifat verbal.
2. Interview Dengan Orang Tua
Hasil interview dengan orang tua atau wali murid dari Yogi
sudah peneliti rekam dan di lampirkan dalam bentuk CD. Hasilnya adalah bahwa
ketunarunguan yang dialami Yogi bukan karena faktor dari lahir tetapi
disebabkan karena terjatuh yang kemudian telingannya mengenai tembok dan
akhirnya mengakibatkan kerusakan pada organ pendengarannya dan itu terjadi saat
Yogi masih kecil yaitu saat Yogi belum mengenal bahasa dengan baik sehingga
selain dia mengalami tunarungu juga dia mengalami keterlambatan dalam menganal
bahasa, ketunarunguan yang dialami Yogi ini dikategorikan dalam tunarungu pra
bahasa (Prelingual Deafness). Menurut penuturan ibunda dari Yogi untuk
perkembangan fisik dan lainnya relatif sama dengan anak-anak lain sebayanya,
yaitu waktunya dia merangkak, berjalan tetap sama seperti yang lain, namun
bedanya hanya dalam hal peniruan bahasa, karena dia mengalamu kerusakan pada
organ pendengarannya maka dia tidak dapat menirukan bahasa yang ada
disekitarnya. Yogi adalah anak yang sangat percaya diri, dia mampu bergaul
dengan teman-teman sebayanya di lingkungan sekolah dan lingkungan rumahnya
dengan baik bahkan dia tidak minder ikut serta dalam sekolah sepak bola yang
pada umumnya diikuti oleh anak-anak normal lainnya. Selain itu Yogi seorang
anak yang sangat kuat menerima kekurangan yang saat ini dialaminya ini terbukti
ketika peneliti tanya kepada ibunda Yogi kalau Yogi tidak pernah sekalipun mengeluh
dengan kekurangannya, Yogi juga termasuk anak yang mandiri dia jarang sekali
meminta sesuatu kepada ibundanya, dia selalu menyisihkan uang jajannya untuk
keperluannya sendiri tanpa harus meminta kepada ibunya. Akan tetapi terkadang
ibunda Yogi tidak mengerti dan memahami keinginan dari Yogi yang berujung pada
kekesalan sendiri, begitu juga dengan Yogi yang terkadang tidak mengerti maksud
dan keinginan dari ibundanya.
3. Interview Dengan Wali Kelas
Hasil interview dengan wali kelas dari Yogi sudah peneliti
rekam dan di lampirkan dalam bentuk CD. Hasilnya adalah bahwa Yogi merupakan
anak tunarungu sedang yang duduk di kelas 6 SDLB Bendan. Dia anak adalah yang
memiliki IQ yang normal namun karena ketunarunguan yang dideritanya itu yang
menyebabkan terlambat dalam pendidikannya. Namun selama di sekolah
perkembangannya sudah mulai maju. Sudah mulai bisa menunjukan kemampuannya
untuk dapat mengerti apa yang dibicarakan lawan bicaranya dan mampu menirukan
kata-kata yang diajarkan. Didalam kelas Yogi mampu menerima dan mengikuti
pelajaran yang diajarkan dengan baik dan mampu bersosialisasi dengan
teman-teman kelasnya secara baik tidak hanya pada teman-teman yang lama namun
pada teman-teman barupun dia dapat bersosialisasi dengan baik. Dari hasil
interview dengan wali kelas menyatakan bahwa bakat yang ada pada Yogi dan perlu
dikembangkan adalah dalam bidang olah raga.
c. Hasil Observasi
1. Siswa Ketika Di Kelas
Setelah melakukan pengamatan terhadap anak tunarungu,
peneliti memperoleh hasil pengamatan ketika siswa berada didalam kelas.
Peneliti melihat bahwa Yogi ketika mengikuti pelajaran yang berkaitan dengan
mata pelajaran yang bersifat verbal, ia terlihat kurang begitu memahami apa
yang diterangkan oleh gurunya walaupun seperti itu ia tetap memperhatiakan apa
yang diterangakn oleh gurunya. Akan tetapi sebaliknya, apabila ia dihadapkan
dengan pelajaran matematika dan olah raga yaitu mata pelajaran yang sifatnya non
verbal, ia sangat bersemangat sekali. Bahkan ia sangat serius dalam mengikuti
pelajaran matematika dan olahraga. Bahkan Ia sangat senang dan telaten dalam
mengerjakan soal matematika.
2. Siswa Ketika Waktu Istirahat
Setelah melakukan pengamatan terhadap anak tunarungu,
peneliti memperoleh hasil pengamatan di sekolah ketika diluar kelas pada waktu
istirahat. Bahwa anak tunarungu itu sama sekali tidak terlihat seperti Anak
Berkebutuhan Khusus lainnya. Ketika waktu istirahat ia bermain, berlari, duduk dan
ketika sedang jajan ia terlihat seperti anak yang normal biasa. Iapun mampu
bersosialisasi dengan baik kepada teman-temannya yang lain. Akan tetapi,
ketunarunguannya itu akan terlihat ketika ia berbicara dengan temannya tidak
seperti anak-anak normal lain yang berbicara dengan lancar dan menggunakan
mulut namun berbeda dengan anak tunarungu yang berbicara dengan menggunakan
bahasa isyarat walaupun dengan demikian teman-teman yang lain mampu memahami
apa yang dia bicarakan, hal ini mungkin terjadi karena sudah terbiasa bergaul
dengan dia.
3. Siswa Ketika Di Rumah
Setelah melakukan penelitian terhadap anak tunarungu,
peneliti memperoleh hasil pengamatan. Bahwa Yogi merupakan anak berkebutuhan
khusus tetapi tidak jauh berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Ketika
dirumah, ia bermain dan bergaul dengan teman-teman sebayanya tanpa ada rasa
minder. Kegiatan yang paling disukai dan disenangi oleh Yogi ketika di rumah
adalah bermain sepak bola bersama dengan teman-temannya. Sama seperti anak-anak
normal lainnya, bermain sepak bola dengan teman-teman normal lainnya dan
bergabung dalam SSB (Sekolah Sepak Bola) di Pekalongan yaitu sejenis sekolah
bakat dalam bidang sepak bola.
Setelah dilakukan pengamatan selama 3 hari peneliti dapat
menyimpulkan bahwa terdapat kecocokan antara teori karakteristik anak tunarungu
ang telah peneliti kaji dalam pembahasan Bab 2 dengan realita atau kentataan
yang terjadi pada anak tunarungu yang menjadi objek dalam penelitian, seperti
anak tunarungu mengalami kesulitan dalam mata pelajaran yang sifatnya verbal,
namun da beberapa karakteristik yang tidak cocok anatara teori dengan realita
seperti teori yang menyatakan bahwa anak tunarungu cenderung antisosial
daripada anak-anak normal lainnya, namun ini tidak ditemukan dalam karakteristik
anak yang peneliti kaji, dia dapat bersosialisasi dengan baik kepada
teman-temannya di sekolah maupun di rumah bahkan untuk lingkungan yang barupun
dia mampu bersosialisasi dengan baik, hal ini terjadi mungkin tergantung juga
dari karakter yang dimiliki masing-masing anak tunarungu dan dukungan dan kasih
sayang serta rasa menerima dari lingkungan sekitar yang mungkin dapat menambah
kepercayaan diri bagi anak tunarungu.
d. Hasil Quesioner
Nama : Yogi Sugiarto
Kelas : 6
Sekolah : SDLB Bendan
Pertanyaan:
1. Hobi atau kebiasaan apa yang sering Yogi lakukan dirumah?
Jawab : Bermain sepak bola
2. Cita-cita Yogi itu ingin menjadi apa?
Jawab : Pemain sepak bola dan polisi
3. Mata pelajaran apa yang Yogi sukai di sekolah?
Jawab : Matematika dan olah raga
4. Mata pelajran apa yang Yogi tidak sukai di sekolah?
Jawab : IPA
5. Dengan siapa Yogi belajar di rumah?
Jawab : Mama
Mengingat objek yang peneliti teliti adalah anak tunarungu
maka peneliti hanya menanyakan beberapa soal saja kepadanya.
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga dia mengalami
hambatan dalam perkembangan bicara dan bahasanya. Ketunarunguan pada anak anak
disebabkan oleh banyak faktor baik itu saat anak didalam kandungan, saat proses
kelahiran maupun setelah anak lahir. Karakteristik anak tunarungu juga sangat
beraneka ragam ini semua tergantung pada lingkungan sekitar dan kemuan dalam
diri anak tersebut untuk tetap bertahan dalam segala kekurangan yang
dimilikinya.
Anak tunarungu pada umumnya menggunakan komunikasi non
verbal dalam berkomunikasi sehari-hari dalam lingkungan sosialnya. Komunikasi
non verbal yang biasa digunakan anak tunarungu adalah bahasa tubuh. Bahasa
tubuh yang sering digunakan seperti isyarat tangan, gerak kepala dan tatapan
muka.
Ketunarunguan dapat menghambat interaksi anak dalam hal
pendidikan, secara umum kemampuan akademik anak tunarungu lebih rendah
dibandingkan dengan anak normal lainnya. Keterbatasan dalam kemampuan berbicara
dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang
rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata
pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya. Keterbatasan
ini pula yng menyebabkan terhambatnya kominukasi dengan orang-orang disekitarnya,
namun dengan kekurangan yang mereka miliki tidak lantas menjadikannya minder
dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya dirumah maupun di sekolah,
hal ini terjadi mungkin dikarenakan ada rasa saling menerima dan keterbukaan
terhadap anak-anak tersebut yang menjadikannya tetap percaya diri dalam
bersosialisasi, dukungan keluarga dan orang-orang disekitar mereka sangat
menentukan perkembangan sosial-emosional dan kepribadian mereka.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hasil pembahasan diatas,
bahwa terdapat kecocokan antara beberapa teori mengenai tunarungu yang telah
peneliti kaji pada bab analisis teori dengan kenyataan yang terjadi pada objek
penelitian peneliti, hal ini terlihat jelas pada bidang akademik, mereka lebih
memahami mata pelajaran yang bersifat non verbal dari pada mata pelajran yang
bersifat verbal. Namun ada beberapa teori yang kurang cocok dengan realita atau
kenyataan pada objek penelitian peneliti yaitu paa aspek sosial, mereka
cenderung sama seperti anak-anak normal lainnya yang mampu bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar, hal ini mungkin terjadi karena lingkungan sosial
yang mereka jumpai selama ini mendukung dan mampu menerima kekurangan yang
mereka miliki serta dukungan dan kasih sayang dari orang tua yang membuat
mereka merasa tidak di acuhkan dan tidak berbeda dengan yang lain.
b. Saran
1. Untuk pihak sekolah tertama untuk bapak Mustijo, selaku
wali kelas dari anak-anak tunarungu:
• Diharapkan sebagai wali kelas lebih sabar dalam mendidik
dan lebih memperhatikan setiap perkembangan kemampuan bicara pada anak-anak
didiknya, karena anak-anak tunarungu harus dilatih secara terus-menerus
setidaknya ada kemungkinan untuk bisa mengucapakan kata dalm bahasa Indonesia
dengan lebih baik agar orang yang berbicara dengan anak-anak tunarungu
setidaknya lebih bisa memahami karena seperti yang kita tahu bahwa komunikasi
itu menjadi hal yang sangat urgen dalam kehidupan sosial. Hal ini mungkin bisa
bapak Mustijo lakukan dengan memberikan pelayanan bina bicara kepadak anak-anak
dengan lebih baik lagi.
• Diharapkan seorang pendidik mampu melihat bakat-bakat
terpendam yang dimilki oleh anak didiknya agar dapat dikembangkan secara
optimal. Jadi selain memiliki kekurangan anak didik tersebut juga memiliki
kelebihan yang mampu menutupi kekurangannya tersebut.
• Selalu memberikan motivasi untuk anak-anak didiknya agar
mereka tetap merasa tidak berbeda dengan yang lain dan mampu bersosialisasi
dengan baik.
2. Untuk ibunda Yogi Sugiarto:
• Agar Yogi dapat mengmebangkan bicara dan bahasanya dengan
baik, seperti yang telah dikatakan bapak Mustijo harus ada kerjasama antara
orang tua dan sekolah. Dalam arti bahwa ketika sekolah mengajarkan anak untuk
berbicara menggunakan bahasa Indonesia, diharapkan keluarga dirumah juga
menggunakan bahasa Indonesia agar ada sinkronisasi bahasa yang digunakan
dirumah maupun di sekolah.
• Seperti yang pernah ibu katakan bahwa terkadang ibu maupun
Yogi tidak saling memahami apa yang diinginkan masing-masing pihak, yang
berakhir pada kekesalan sendiri dan meluapkannya dalam kemarahan. Saran saya,
mungkin untuk menghindari kesalah paham dalam berkomunikasi alangkah baiknya
mencoba metode baru yaitu metode surat menyurat (Komunikasi dalam bentuk
tulisan), jadi Yogi menuliskan apa yang diinginkan Yogi dan ibu juga menuliskan
apa yang diinginkan ibu dari Yogi.
• Selalu memberikan perhatian dan motivasi kepada Yogi agar
tetap percaya diri dengan segala kekurangan yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Nur. Menggali Potensi yang Terpendam. Yayasan
UPKMT / SLB PRI Pekalongan.
Delphie, Bandie. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
(Dalam Setting Pendidikan Inklusi). Bandung: PT. Refika Aditama.
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak
Berkelainan . Jakarta : PT Bumi Aksara.
Kartono, Kartini . 1990. Pengamatan Metodologi Research
Sosial. Bandung: Mundur maju.
Mustofa, Bisri. 2007. Tuntunan Karya Ilmiyah. Yogyakarta:
Panji Pustaka.
Nasution, S. 2006. Metode Research (Penelitian Ilmiah).
Jakarta: Bumi Aksara.
http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/
di akses pada tanggal 1 November 2012.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2137016-ciri-ciri-tuna-rungu/#ixzz29KIPIhR0
di akses pada tanggal 1 November 2012.
http://sitinurisneni.blogspot.com/2010/03/karakteristik-dan-masalah-perkembangan.html
diakses pada tanggal 1 November 2012.
http://beautycha.blogspot.com/2012/01/jurnal-psikolinguistik-anak-tunarungu.htmlTemplateEthereal.
diakses pada tanggal 1 November 2012.
[1] Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak
Berkelainan (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 56-57
[2] Ibid, hlm. 59-61.
[3] Ibib, hlm.58.
[4] Ibid, hlm. 63-64.
[5]
http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/
di akses pada tanggal 1 November 2012.
[6] Nur Agustina, Menggali Potensi yang Terpendam, Yayasan
UPKMT / SLB PRI Pekalongan.
[7]
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2137016-ciri-ciri-tuna-rungu/#ixzz29KIPIhR0
di akses pada tanggal 1 November 2012.
[8]
http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/
di akses pada tanggal 1 November 2012.
[9] Nur Agustina, Menggali Potensi yang Terpendam, Yayasan
UPKMT / SLB PRI Pekalongan.
[10] Bandie Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
(Dalam Setting Pendidikan Inklusi), (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hlm.
103.
[11] Op.cit.,hlm.75-79.
[12]http://sitinurisneni.blogspot.com/2010/03/karakteristik-dan-masalah-perkembangan.html
diakses pada tanggal 1 November 2012.
[13] Op.cit.,hlm.82-84.
[14] Kopoken dalam bahasa orang Jawa.
[15] Op.cit.,hlm.64-69.
[16]
http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/
di akses pada tanggal 1 November 2012.
[17] Op.cit.,hlm.69-71.
[18]http://beautycha.blogspot.com/2012/01/jurnal-psikolinguistik-anak-tunarungu.htmlTemplateEthereal.
diakses pada tanggal 1 November 2012.
[19] S.Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah),
(Jakarta: Bumi Aksara, 2006),hlm.113.
[20]Bisri Mustofa, Tuntunan Karya Ilmiyah, (Yogyakarta:
Panji Pustaka, 2007), hlm.56.
[21] Kartini Kartono, Pengamatan Metodologi Research Sosial,
(bandung: Mundur maju, 1990), h.217.
Ditulis Oleh : Unknown ~ Komunitas Blogger Pekalongan
Sobat sedang membaca artikel tentang Makalah Psikologi Perkembangan. Karena Adminnya Baik hati dan tidak sombong, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya